Jumat, 20 November 2009

Mengapa Mesti Marah Kepada 2012, Kalau Jam 20.12 Bisa Saja Tiba ?



Hampir semua orang yang percaya padaNya,
yakin kiamat bisa datang kapan saja,
tidak usah menunggu tahun ke 2012,
besokpun, kalau itu sudah ketetapanNya,
kiamat bisa tiba sekejab mata,

Kalau yakin kiamat bisa datang kapan saja,
tentu detik ini semua orang akan menghentikan marah-marah, fitnah, apalagi merusak,
tentu detik ini semua orang membongkar pelitnya lalu berlomba-lomba bersedekah dan tidak lagi mengejar-ngejar pembuat, penonton dan pengedar film 2012
tentu detik ini semua orang menghindari sombong, bohong dan akan berkata yang baik-baik saja,
tentu detik ini semua orang akan menghentikan perdebatan tak berguna, perseteruan dan perang,
tentu detik ini semua orang tak mau lagi merugikan orang lain, apalagi korupsi yang merugikan banyak orang,
tentu detik ini semua orang akan banyak benar-benar mohon pengampunan,
tentu detik ini semua orang akan banyak serius membaca, mempelajari, melaksanakan dan mensyiarkan kitab-kitabNya

Amat kontroversi penghuni dunia ini,
di satu sisi percaya kiamat bisa datang kapan saja,
di sisi lain, detik ini,
semua penyakit masih dibiarkan mendekam dalam hati,
pertanda belum benar-benar yakin,
kapan saja kiamat bisa saja tiba.

Sastrawan Batangan, 21 November 2009.
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Kamis, 19 November 2009

Sepucuk Keris Tua Dari Jawa


Sepucuk keris tua dari Jawa,
berjuluk ki Rumeksa,
milik turunan entah ke berapa dari raja dahulu kala,
tersimpan wangi
dalam warangka di almari berkaca.

Ketika suatu kali ditarik keluar dari warangka
untuk dicuci,
ki Rumeksa meminta pensiun kepada pemiliknya,
karena sudah uzur dimakan umur,
namun pemiliknya berkata :
“Janganlah begitu ki Rumeksa,
engkau masih diperlukan kapan saja”

Ki Rumeksa sedih,
memang betul ia masih diperlukan,
kapan saja,
selagi pemiliknya percaya kalau dia ada tuahnya,
untuk menjadikan pamor wibawa
hinggap di diri pemiliknya,
walau Ki Rumeksa tidak membenarkan,
karena akan menyekutukan Yang Maha Kuasa.

Namun Ki Rumeksa menjadi girang,
saat dimasukkan kembali ke warangka,
karena pemiliknya berkata :
“Janganlah sedih ki Rumeksa,
tak lagi kuharap tuahmu,
kuperlukan sebatas pajangan
untuk pemanis mata saja”

Ki Rumeksa dalam warangka,
sisa-sisa budaya tuah masa lalu,
kini kembali tersimpan rapi,
dalam lemari wangi berkaca,
milik manusia Indonesia keturunan Jawa,
yang pernah sekolah di Amerika.

Sastrawan Batangan, 3 November 1996/19 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

KuDapati Dua Dari Seribu Masih Seidealis Dulu


Dulu, ketika seorang mahasiswa
diminta bicara mewakili temannya,
memberi selamat wisuda kepada seniornya
naiklah dia ke panggung,
dan terucaplah pesannya :
”Jangan lupa, kakakku,
di tengah quiz-quiz dan praktek-praktek laboratoriummu,
di tengah kuliah-kuliah dosen dan padatnya kurikulummu,
di tengah hujan-hujan dan gerimis-gerimis yang mengguyur tubuhmu,
di tengah cekak dan lambatnya kiriman uang dari kampungmu,
engkau pernah turun ke jalan,
berteriak lantang, memprotes keras
penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, nepotisme
dan segala bentuk ketidakberesan di bumi Indonesia ini,
bahkan engkaupun sempat bentrok
dengan aparat hanya untuk maju selangkah,
sehingga bajumu cabik-cabik,
badanmu luka bahkan ada yang dipenjara.
Selamat jalan kakak-kakakku,
mengabdi tekunlah pada bangsamu,
bangsa kita semua”

Dua puluh lima tahun berpisah sudah,
ketika kemarin mereka bertemu,
dua-duanya salam-salaman,
dua-duanya bertabik-tabikan,
dua-duanya kangen-kangenan,
terjadilah perbincangan singkat,
”Syukur kakakku,
walau karir birokratmu nyaris hampir ke puncak,
di tengah banyak teman segenerasimu yang kena semprot karena ketahuan disuap,
kau tidak pernah masuk koran,
karena hidupmu sederhana saja”.
”Syukur adikku,
meski prestasi usahamu tidak secepat roket,
di tengah banyak kawan seprofesimu yang didamprat karena terbukti menyuap,
kau tidak pernah masuk berita,
karena hidupmu apa adanya ”

Keduanya merenung sejenak,
terngiang dengan kata ”sederhana” dan ”apa adanya”,
rupanya itu pengakuan yang keluar dari hati nurani,
rupanya itu pula yang dua puluh lima tahun menyelamatkan mereka,
dan itu pula yang siap untuk diceritakan kepada anak cucunya.
Keduanya, yang hanya dua dari seribu,
lalu minum bajigur, timus, dan singkong rebus,
diiringi lagu Sunda kenangan masa lalu.

Sastrawan Batangan, 19 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 18 November 2009

Kabar Kepada Saudara SeBangsaku di Athena.


Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri tempat lahir the Great Alexander,
izinkan saya menulis surat ini kepadamu,
semata selain sebagai rasa syukurku padaNya,
juga sekalian melaporkan, sekaligus berterima kasih,
karena telah kau realisasikan keberdayaan dirimu,
untuk bergotong royong peduli kepada saudaramu
di tanah air tercinta ini.

Kemarin, 3 November 2009,
di Posyandu Sakura,
Kampung Kedep, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri Bogor,
tidak jauh dari Cikeas sana,
155 balita, ibu hamil dan lansia tidak sejahtera,
telah tersentuh kepedulianmu,
selama minimal 6 bulan,
dengan bubur kacang ijo dan telur rebus,
untuk memancing keberdayaan masyarakat mampu di sekitarnya,
untuk memancing keberdayaan belasan pabrik di sekelingnya,
untuk memancing keberdayaan punggawa pemerintah
untuk memancing tokoh masyarakat di lingkungan sana
agar selalu ingat di saat duduk berdiri dan berbaringnya
lalu segera bertindak
untuk peduli kepada saudaranya yang tidak sejahtera,
yang karena miskinnya tidak lagi peduli asupan gizinya,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri tempat lahir budaya besar Yunani,
izinkan aku mewartakan,
posyandu itu sebenarnya mau ditutup,
karena pengurusnya tidak kuat menanggung biaya
padahal itu sekadar telur dan kacang ijo saja
sementara masyarakat mengacuhkannya,
bahkan ada yang bilang, posyandu ditutup saja.
Betapa sedih,
sementara banyak rumah ibadah makin cantik,
sementara vocer telepon terjual seperti air mengalir,
urusan tetangga tidak sejahtera,
menunggu datang malaikat sepertimu.

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri dengan sejuta pesona purba,
izinkan pula aku menambahkan,
di belakang rumah tempat posyandu itu,
ada gubug reyot hampir roboh, dan akan roboh, kata tetangganya,
kalau ada angin besar sedikit saja
sementara pemiliknya yang janda jompo tua miskin, sakit pula,
tidak bisa berbuat apa-apa,
karena anaknya hanyalah pekerja harian pabrik,
yang hanya berupah sebatas untuk makan keluarganya saja,
Betapa sedih,
sementara baju makin berwarna-warni,
sementara mobil bagus makin berseliweran,
sementara motor genit makin meraung-raung,
sementara mal terang benderang makin padat pengunjung,
si jompo tua miskin sakit, pemilik rumah hanya pasrah,
karena saudara dan tetangganya belum berbuat apa-apa,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri dengan tumpukan dokumen tebal sejarah tua,
izinkan aku berharap,
seperti halnya engkau mudah-mudahan juga berharap
semoga Tuhanmu, Tuhanku, Tuhan kita semua,
tidak marah lantas turun tangan sendiri,
karena manusia tidak totalitas menjadi khalifahNya,
sehingga hanya mengurusi kemegahan bangunan ibadah saja,
sehingga hanya mengurusi seremonial agama saja,
sehingga hanya mengurusi keluarga dan harta bendanya saja,
sehingga hanya mengurusi politik dan kekuasaan saja,
sehingga hanya menggunjingkan sinetron dan isyu-isyu media saja,
lupa tidak mengurusi tetangga dekatnya yang tidak sejahtera,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
di negeri dengan sejumlah filosof terkenal dunia,
izinkan aku mengakhiri suratku ini.
dengan ucapan terima kasihku,
semoga upayamu untuk memberi
dan menganjurkan memberi orang tidak berpunya,
walau belum menjangkau 4 juta balita dan 30-an juta orang miskin Indonesia
adalah pertanda tidak mendustakan agama,
semoga keihlasanmu untuk mengurusi yang dianggap kecil itu
adalah pelengkap syarat manusia bertakwa,
yang telah diberiNya janji akan dianugerahi rahmat dan sejahtera
ketika dihidupkan, dimatikan dan dibangkitkan kembali.

Gunung Putri, Bogor, 5 November 2009.
Jon Posdaya/Sri Posdayawati/Sastrawan Batangan,
http://www.mariberposdaya.blogspot.com

Catatan :

Komunitas masyarakat Indonesia di Athena Yunani, sejak Oktober 2008 telah bergotong royong membantu gizi 220 orang balita/ibu hamil/lansia prasejahtera di Posyandu Teratai di Kampung Kedep, RW 19, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Sejak November 2009 ini, bantuan ditambahkan lagi untuk 155 orang di Posyandu Sakura di Kampung Kedep, RW 21 di desa yang sama. Bantuan untuk masyarakat prasejahtera itu berupa dana yang diberikan kepada pengurus posyandu untuk membiayai pembuatan bubur kacang ijo dan telur rebus.

Di desa tersebut terdapat puluhan pabrik yang CSR-nya belum dirancang untuk memberdayakan masyarakat agar peduli gizi anak kecil yang kalau tidak dijaga kestabilannya sejak dini, akan berpotensi menjadikan anak-anak tersebut bodoh yang di kemudian hari akan menyebabkan masalah besar bagi perikehidupan berbangsa dan bertanah air. Beban besar bagi anak-cucu manusia Indonesia di masa depan karena keproduktifan anak pintar (sebagai dampak dari gizi yang tercukupi) terganggu oleh ketidakproduktifan anak bodoh (karena kurang gizi) yang biasanya pula cenderung gampang terprovokasi untuk merusak hasil-hasil produksi bangsa.

Kordinator pengurus posyandu yang mengorganisasikan kegiatan di kedua posyandu tersebut adalah : Ibu Ade Siti Hayati (Posyandu Teratai, 021-8675061), Ibu Sanih (Posyandu Sakura, 0817-66037)


Selasa, 17 November 2009

Tinggalkan Saja, Buat Apa Di Jakarta



Tinggalkan saja, buat apa di Jakarta,
kalau dia memanjangkan jam perjalananmu,
kalau dia menjadikanmu sulit masuk kantor tepat waktu,
kalau dia merendam jalan sekitar rumah atau bahkan rumahmu,
kalau dia menyebabkanmu terengah-engah naik turun tangga gedung ketika gempa tiba,

kalau dia tidak memberikan kenyamanan buat sekolah anak-anakmu,
kalau dia membuatmu diPHK gara-gara perusahaanmu merugi, bangkrut atau diover orang lain,
kalau dia membuatmu semakin suka marah-marah,
kalau dia menjadikanmu semakin berperilaku egois,
kalau dia membuat hari tuamu tidak sesegar, sehijau dan seindah masa kecilmu.

Tinggalkan saja, buat apa di Jakarta,
jika semua itu alasannya,
lebih baik bertani, berkebun; memelihara ikan, berindustri kecil, berdagang kecil,
sembari mengajari anakmu hidup di desa tidak kalah maju di abad internet ini,
sembari menyiapkan gua-gua tempat sembunyi jika perang nuklir meletus,
sembari menyiapkan lumbung padi persiapan paceklik panjang seperti suku Baduy,
sembari menyiapkan kampungmu bila saudara-saudaramu di Jakarta datang mengungsi
sembari menyehatkan jiwa dan ragamu agar tegar lagi,
sembari menyiapkan semua syarat untuk kembali tulus ikhlas menghadapNya,

Sastrawan Batangan, 17 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 16 November 2009

Berlomba Menuju Bencana

Seperti semut mendatangi gula,
seperti itulah orang berlomba menanami lembah-lembah sungai yang subur;
seperti kumbang mendatangi bunga,
seperti itulah orang berlomba mencari kesejukan lereng–lereng gunung yang indah;
seperti lalat memburu buah mangga,
seperti itulah orang berlomba memburu rezeki di pesisir-pesisir pantai yang makmur;
seperti tikus menyerbu dapur,
seperti itulah orang berlomba menjangkungkan gedung –gedung di kota yang tanahnya mahal,
tanpa sadar sebagian besar telah menghampiri bencana,
tanpa sadar pula sebagian besar terseret arus persengketaan semakin padatnya manusia,
dan baru sadar,
ketika banjir bandang benar-benar memporakporandakan sawah-ladang,
ketika longsor sungguh-sungguh menimbun vila-vila lereng gunung ,
ketika tsunami benar-benar menerjang pusat-pusat rezeki sepanjang pesisir,
ketika gempa sungguh-sungguh menjungkirkan gedung-gedung di kota yang padat.
Padahal sudah dijelaskanNya,
bencana telah ditulis sebelum bumi dicipta,
semua mendatangi neraka dan diselamatkanlah siapa saja yang bertakwa.

Dan ketika bencana telah lewat,
kembalilah sisanya melanjutkan lomba
menanami lembah-lembah sungai yang subur,
mencari kesejukan lereng–lereng gunung yang indah
memburu rezeki di pesisir-pesisir pantai yang makmur
menjangkungkan gedung –gedung di kota yang tanahnya mahal
untuk kemudian akhirnya,
mengulangi sejarah yang sama.

Diilhami oleh QS 11:61, 57:22, 19:71-72
Sastrawan Batangan, 15 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Sudah Lumrah Di Negeri Atas Nama Ini

Sudah ada sebelum negeri ini dijajah,
ketika atas nama Tuhan, raja memvonis mati orang yang berontak beserta anak turunnya,
ketika atas nama raja, adipati memintapaksa anak perawan salah satu bawahannya,
ketika atas nama adipati, tumenggung menyuruh kakekmu menggempur kakekmu yang lain
ketika atas nama tumenggung, ki lurah berani menyerobot tanah salah satu moyangku
dan itu semua akhirnya dilumrahkan saja,
meski ada yang ditangkap, terluka dan mati karena menyanggah.


Sudah ada selama negeri ini dijajah,
ketika - atas nama kompeni, raja memvonis mati bapaknya yang tak mau turun tahta,
ketika atas nama raja, adipati memintapaksa upeti dari bawahannya,
ketika atas nama adipati, tumenggung meminta kakek kita mau menanami tanaman standar kompeni,
ketika atas nama tumenggung, ki lurah berani menyerobot tanah salah satu moyangku,
dan itu semua akhirnya dilumrahkan saja,
meski ada yang ditangkap, terluka dan mati karena menyanggah.

Sudah lumrah yang dulu berlangsung teruslah berlangsung,
di negeri yang sudah merdeka ini
ketika atas nama Tuhan, muncul halal-haram mendahului ridha Tuhan,
ketika atas nama pimpinan, ada transfer dana tanpa jelas untuk apa,
ketika atas nama atasan, siapa pemenang tender dan siapa yang ditunjuk bisa diatur,
ketika atas nama bos, sedikit orang menjadi lebih penting daripada banyak orang.
Semuanya maklum,
mengelus dada sambil tersenyum,
senyum sendiri-sendiri,
senyum massal tanpa janjian,
dan senyum seperti itu sendiri,
sudah lumrah pula di negeri atas nama ini.

Sastrawan Batangan, 16 Februari 2002/16 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tak Bisa Dimajukan Tak Bisa Dimundurkan, Kiamat Pasti.


Ditrenyuhkan tsunami Aceh
dan
berkali-kali dibuat terharu oleh gempa;
lantas dimiriskan berita pemanasan global,
dimerindingkan kabar mendekatnya planet lain ke sistem matahari manusia,
lalu
ditercengangkan berakhirnya kalender Maya tahun 2012,
banyak orang bertanya-tanya,
apa kiamat besar sudah dekat ?


Mama Lorentz bicara,
para pakar menulis,
para akhli membahas,
para akhli agama mengulas,
menjawab kapan kepastian kiamat.
Semuanya tidak menjawab pasti,
karena mereka bukan Tuhan,
dan
takut mendahului ketetapan Tuhan.

Tidak usah bicara kiamat besar,
di mana bumi hancur atau terbelah,
kiamat agak besar semacam tsunami Acehpun,
atau diledakkannya pusat-pusat nuklir dunia oleh teroris,
bisa tak diduga datang.
Tidak usah bicara kiamat agak besar,
kiamat tanggung semacam hancurnya WTC New York,
bisa tak dinyana tiba.
Tidak usah bicara kiamat tanggung,
kiamat kecil pun,
bisa setiap saat menjemput,
ketika jiwa harus dikeluarkan dari wadahnya,
untuk diserahkan kembali kepada Sang Penciptanya.

Karena kiamat,
yang besar, yang agak besar, yang tanggung dan yang kecil
kapan saja bisa datang,
mengapa mesti cemas,
selagi terus yakin dan berusaha sebanyak-banyaknya berbuat baik,
dalam koridor ridhaNya ?
Karena Dia sudah menuliskan,
bencana sudah direncanakanNya sebelum bumi dicipta.
Pasti terjadi dan pasti terjadi,
tidak bisa dimajukan, tidak dapat dimundurkan.
Mengapa mesti cemas ?
Bukankah Dia berjanji akan menyelamatkan
siapa saja yang takwa dan berbuat kebaikan
dalam bingkai agama lurusNya ?

Hikmah dari QS 34:3-4, 16:77 , 12:103, 20:15-16, 41:47; 43:85, 53:57-58, 79:42-46, 15:5, 10:49; 16:61, 57:22, 19:71-72, dll,

Sastrawan Batangan, 16 November 2009.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Minggu, 15 November 2009

Lha Wong Gatal


Bagaimana bisa tegas,
lha wong banyak orang
gatal membaiki
hamba hukum,
gatal membaiki
penegak ketertiban umum,
gatal membaiki
pemberi perizinan,
gatal membaiki
pemberi rekomendasi,
gatal membaiki
pemberi ijazah,
gatal membaiki
pemberi proyek,
gatal membaiki
pengurus hajad banyak orang.


Dan karena banyak orang gatal membaiki,
sementara yang dibaiki juga punya perasaan,
maka yang dibaiki sering gatal untuk balas membaiki,
lupa kalau kebaikannya itu,
hanya baik untuk yang membaiki,
hanya baik untuk yang dibaiki,
bukan baik untuk semua,
sehingga muncullah semrawut,
macet, onar, tengkar, geram, umpat, cemburu, dan marah.

Padahal kalau mau,
tinggal selangkah lagi,
baik untuk semua, benar untuk semua.

Sastrawan Batangan, 16 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tontonan


Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
maka berlombalah artis, perancang mode, seniman, usahawan,
menyuguhkan yang eksentrik, yang eksotik, yang apik, yang cantik, yang mendebarkan, yang mengharukan,
dan hati merekapun berbunga-bunga bukan kepalang,
kala banyak yang terpukau, lalu tangannya bertepuk riuh,

kala banyak yang kagum, lalu lidahnya berdecak,
kala banyak yang senang, lalu bibirnya menyunggingkan senyum senang,
dan lantaran itulah, uangpun mengalir datang.

Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
dan karena uang harus segera datang,
dan karena tak sempat berpikir panjang,
maka berlombalah kopi-mengkopi, contek-mencontek, tiru-meniru.
yang seronokpun mencuat,
yang jorokpun mendapat tempat,
dan meski ada protes, uangpun tetap mengalir datang,

Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
sementara keadilan Sang Maha Kuasa tak pernah lapuk oleh zaman,
apalagi terkontaminasi oleh uang,
maka banyak idealisme yang masih menancap di dada,
dan karena itu,
lahirlah tontonan bertuntunan budi pekerti,
tidak jorok, tidak seronok,
tidak mengkopi, tidak mencontek, tidak meniru,
yang tetap membuahkan decak kagum,
tepuk tangan riuh,
dan dengan banyak pujian, uangpun mengalir datang.

Semuanya menghasilkan uang,
semuanya diizinkanNya,
tapi hanya satu diridhaiNya,
yang mengajak kembali kepadaNya

Sastrawan Batangan, 16 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Jumat, 13 November 2009

Biarkan Sabtu Ini Dunia Menikmati Cinta



Biarkan Sabtu ini dunia diselimuti cinta,
karena dia membangkitkan daya,
ketika jauh menjadi dekat,
ketika pemberang menjadi lembut,
ketika galak menjadi penurut,
ketika penakut menjadi gagah berani.


Biarkan Sabtu ini dunia dipeluk cinta,
karena dia mencipratkan rezeki,
ketika parfum harus dibeli,
ketika baju harus dipunyai,
ketika kendaraan harus dinaiki,
ketika asesori harus dimiliki.

Biarkan Sabtu ini dunia didekap cinta
karena dia mememorikan keindahan masa lalu,
yang menjadikan pertama kali cinta sulit dihapus,
yang menjadikan foto bagus dipandang.
yang menjadikan lagu merdu di telinga,
yang menjadikan gerimis enak dikenang,
yang menjadikan perjalanan manis diingat,

Biarkan Sabtu ini dunia digelimangi cinta,
karena dia menyajikan nikmat,
tidak saja nikmat ketika hinggap di hati,
tidak saja nikmat ketika hinggap di hidung,
tidak saja nikmat ketika hinggap di dekapan,
tapi juga nikmat ketika hinggap di balik celana.

Biarkan Sabtu ini dunia dijelajahi cinta,
karena dia membuahkan pengorbanan,
yang menjadikan menuntut harus diubah menjadi memberi,
yang menjadikan ‘semau gue’ mesti diubah menjadi mau memahami.

Biarkan Sabtu ini dunia dilestarikan cinta
karena dia adalah anugerah akbar,
yang melahirkan keturunan, lagu, musik, novel, cerita, sejarah dan legenda.

Sastrawan Batangan, Sabtu, 14 November 2009.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Lantas KeMana Sembunyi Kalau Enampuluh Kali Gempa Per Hari ?


Amat menakjubkan bumi yang kita pijak ini,
tanpa pernah melonjak-lonjak kegelian kala berputar di porosnya,
tanpa pernah zigzag kegatalan saat memutari mataharinya,
lalu tanpa bilang-bilang,
dia menggempakan dirinya 60 kali per hari *),

tidak dirasa di sini, tapi dirasa di sana,
tidak dirasa di sana, tapi dirasa di sini,
dia datang lalu pergi,
menggiliri semua pelosok,
menelantarkan puing-puing berserakan,
membiarkan luka dan nyawa melayang.
memberikan ujian berlomba mengadakan perbaikan.

Karena bisa terjadi kapan saja
di sebelah mana saja,
tanpa bilang-bilang,
maka benar sekali kata orang tua,
agar tidak enak-enakan di bumi,
nanti lupa pertanda,
maka jelas pula firman Sang Empunya Gempa
agar berbaik-baik kepada bumi
sebagaimana berbaik-baik kepada langit,
sebagaimana juga berbaik-baik
kepada semua makhluk di antaranya

Sastrawan Batangan, 14 November 2009

*) Menurut informasi dari suatu sumber, di seluruh bumi terjadi gempa rata-rata 60 kali per hari.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Kamis, 12 November 2009

Mbok Jangan Kepleset Ya, Kangmas Sembrono



Karena kangmas sembrono,
maka kangmas mengaduh-aduh kesakitan,
tergelincir di lantai yang licin itu,
sementara kawanmu hanya hampir-hampir saja,
sementara kawanmu yang lain selamat-selamat saja,
padahal kaki-kakinya sama-sama menapak,
di lantai yang juga licin itu.


Dan kalau engkau tanya kawanmu yang selamat-selamat saja,
mengapa bisa ?
Sungguh sederhana jawabnya,
kata dia,
selicin-licinnya situasi,
segawat-gawatnya kondisi,
selama mau mendengar, melihat, merasa,
apalagi mengingatNya
selama itu pula tidak akan terpeleset,
tidak akan tergelincir.
Karena sebaliknya,
di lantai yang sangat kasarpun,
siapa saja bisa saja terpeleset,
siapa saja bisa tergelincir
selama tidak mau mendengar, melihat, merasa,
apalagi mengingatNya

Hikmah Sembrono Di Lantai Licin
Sastrawan Batangan, 14 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Silahkan Saja Selagi Nafasmu Ada



Bohong,
memang sudah sejak dulu tak diridhai Sang Pencipta,
tak dibolehkan bapak-ibu,
tak diperkenankan guru
tak diiyakan adat semua orang.
Namun apa mau dikata,
bohong sudah sejak dulu pula bisa ditawar,
saat akal harus menomorsatukan hasrat
agar tidak mati, agar tidak dipenjarakan,
agar tidak kelaparan,
agar tidak dimarahi,
dan agar tidak terbang apa yang diinginkan.

Maka ketika di panggung keseharian
bercampurbaur
tidak bohong dilawan bohong,
atau
bohong mencari dalil-dalil untuk melawan yang tidak bohong
atau
bohong berduel seru dengan yang sama-sama bohong,
bingunglah orang yang belum maklum,
tertawa puaslah orang yang sukses berbohong,
meringis sakitlah orang yang disudutkan kebohongan.

Bohong, memang sering menggeliat lepas sejak dulu,
saat si empunya akal masih merasa nafasnya panjang,
namun sunatullah tak pernah berubah,
bohong benar-benar akan susut, surut dan takut,
kalau tahu hari hisab sudah sungguh-sungguh
nampak di depan mata.
Akh bohong, dikau benar-benar tontonan kurang ajar.

Sastrawan Batangan, 13 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Rabu, 11 November 2009

Jangan Kau Kira Kami Semua Sebejat Itu


Kalau sekarang ada kejadian malu seperti ini,
janganlah kau kira kami semua sebejat itu,
sebab sebagian besar kami adalah tidak.
Kalaupun ada yang sebejat itu,
itu adalah syaitan-syaitan kami,
karena kami sendiri telah berkomitmen,
untuk mendarahdagingkan
kemanusiaan yang adil dan beradab,
untuk menjiwakan
persatuan Indonesia,
untuk menghayatkan
kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan
untuk menegakkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat,
wujud nyata kasih sayang kami
karena berkeTuhanan Yang Maha Esa.
Jadi maaf,
kalau sekarang ada kejadian malu seperti ini,
janganlah kau kira kami semua sebejat itu.

Sastrawan Batangan, 12 November 2009.
Di hari-hari negeri ini dipermalukan oleh satu-dua anak negerinya sendiri.

Selasa, 10 November 2009

Semua Kami Punya, Kecuali Kejujuran Kepada Saudara Sebangsa Kami

Belenggu yang telah sekian lama mengekang kami untuk merdeka,
telah sirna,
borgol yang telah sekian lama mencengkeram kami untuk setara di dunia,
telah musnah,
gombal yang telah sekian lama menyumbat mulut kami untuk bebas bicara,
telah lenyap.
Kami merdeka,
kami setara,
kami bisa bicara,
semua kami punya,
semua kami miliki,
kecuali kejujuran terhadap saudara sebangsa kami,
di hari-hari kami merdeka, setara dan bisa bebas bicara.

Sastrawan Batangan, 11 November 2009
Di hari-hari kisruh KPK vs Polisi

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 09 November 2009

Negeri Ini Perlu Banyak Pahlawan Sungguhan


Di tengah rentetan gempa-gempa,
yang menyisiri pinggir-pinggir negeri,
di tengah krisis byarpet listrik
yang menggiliri pelosok-pelosok dan pusat negeri,
dan di tanggal 10 november ini,
negeri ini banyak sekali perlu pahlawan sungguhan,

bahkan kalau bisa
semua anak negerinya perlu menjadi pahlawan sungguhan
pahlawan yang jujur bertindak,
pahlawan yang jujur berkata,
pahlawan yang jujur menuduh,
pahlawan yang jujur menyidik
pahlawan yang jujur menuntut,
pahlawan yang jujur bersaksi,
pahlawan yang jujur mengadili,
pahlawan yang jujur menanggapi,
pahlawan yang jujur mencari fakta,
agar biaya yang besar untuk mengurusi pelanggaran hukum,
segelintir orang,
sekali lagi hanya segelintir orang,
bisa dihemat,
untuk pemberdayaan 30-an juta rakyat yang melarat.

Menyambut Hari Pahlawan 10 November

Sastrawan Batangan, 9 November 2009.
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Balada Rumit Si Sandal Jepit



Hidup sering dikatakan rumit,
sepatu saja pakai tali,
makan saja pakai sendok,
pakaian saja tidak cukup cawat, tidak cukup kaos dalam,
bajupun perlu lebih dari satu kancing,
dasi pun kalau dipakai, perlu diikat mencekik leher,
mau pergi ke manca, mesti mengantongi paspor,
mau nikah, mesti sedia duwit,
mau apa saja, mesti memakai ini, memakai itu,
ingin apa saja, tergantung itu, tergantung ini,
padahal kalau membayangkan Adam hidup,
whalaahhh, sederhana saja,

Maka ketika ada yang ingin hidup tidak rumit-rumit,
ke mana-mana jalan kaki,
ke mana-mana pakai sandal jepit,
tetapi wahahaha, dia dicekal satpam,
tidak boleh masuk gedung perkantoran, .
karena tidak membekal KTP,
padahal hanya mau numpang buang hajad sebentar.
Wahahaha, terpaksalah ke pinggir kali,
yang untung saja ada di samping gedung kantor itu.

Maka selepas merenung selama buang hajad,
di pinggir kali itu,
ia pun lantas tersenyum
karena di benaknya ada jawaban,
ternyata hidup menjadi lebih rumit,
kalau melanggar kemapanan,
kalau tidak menuruti kebiasaan,
kalau tidak mengikuti aturan,
walaupun itu sering mahal,
walaupun itu tidak selalu benar,
”ya sudah”, kata dia,
”yang benar belum tentu baik,
yang baik belum tentu benar”,
” ikuti yang benar, ikuti yang baik”.
Katanya,
dan dia pun lalu tertidur pulas,
puas karena telah menemukan formula hidup tidak rumit,
namun lupa kalau tertidur di pinggir kali.

Sastrawan Batangan, 9 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 04 November 2009

Dia Tuding KPK Mereka Tuding Polisi, Wah Kita Tuding-tudingan



Betapa senang aku dan aku kira juga kamu,
polisiku, polisimu makin cepat makin sigap,
membabat kriminal-kriminal
tak pandang itu kelas teri,
tak pandang itu kelas gurame,
tak pandang itu kelas kakap,


Betapa senang aku dan aku kira juga kamu
KPKmu, KPKku makin bertaji makin berkuku
memberangus lintah-lintah penghisap harta umat,
tak pandang itu wakil rakyat,
tak pandang itu konglomerat,
tak pandang itu birokrat,

Betapa sedih aku dan aku kira juga kamu,
ketika sejumlah pejabat polisiku polisimu,
ketika sejumlah pejabat KPKmu KPKku,
bersitegang saling tunjuk borok-borok milyaran,
entah borok sungguhan entah borok buatan,
membuat energi polisi terbetot, menjadikan energi KPK tersedot,
membuat malu negeri yang sudah berkali-kali menderita malu,
hanya karena segelintir pejabatnya.

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini benar-benar sistem,
tidak lagi ditentukan uang,
tidak lagi diintervensi politik,
tidak lagi dikomando kekuasaan ?

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini mapan,
tidak lagi perlu mahkamah lebih tinggi
tidak lagi perlu lembaga klarifikasi
tidak lagi perlu bertele-tele dan berbiaya tinggi,

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini benar-benar tegas,
tidak lagi membuat keadilan tertindas,
tidak lagi membuat rakyat kecil cemas
tidak lagi membuat rakyat banyak gemas ?
Whalayaowww.

Sastrawan Batangan, 4 November 2009
Di tengah keributan KPK vs Polri
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Selasa, 03 November 2009

Mbok Yao Tidak Mengkerdili Negeri Sendiri


Di zaman dulu, wahai negeriku,
orang-orang bule berani bertarung nyawa,
meninggalkan keluarga,
menjelajahi benua,
lalu mengambili kekayaanmu
demi kemakmuran negerinya.


Di zaman kini, wahai negeriku,
betapa orang-orang merdeka negeri ini,
tak berani seperti bule menjelajahi benua,
tak berani seperti bule menyelamatkan pangan rakyatnya,
tak berani seperti bule menggariskan sistem pendidikan warganya,
tak berani seperti bule menstabilkan sistem kesehatan bangsanya,
tak berani seperti bule menerapkan sistem jaminan sosial umatnya,
tak berani seperti bule memantapkan aturan hukum negerinya,
tak berani seperti bule memimpin ekonomi dunia,
tak berani seperti bule menggelimangi teknologi jagad raya,
tak berani seperti bule menjelajahi luar angkasa,
beraninya hanya menjelajahi jabatan demi jabatan
lalu ribut-ribut sendiri,
lalu tunjuk sana tunjuk sini
apalagi kalau tidak ingin bersih sendiri.

Di zaman kini, wahai negeriku,
betapa orang-orang merdeka ditunggu kiprah tulusnya,
memantapkan aturan hukum negerinya,
menyelamatkan pangan rakyatnya,
dan
kalaupun tak mampu memimpin ekonomi dunia,
kalaupun tak bisa menggelimangi teknologi jagad raya,
kalaupun tak dapat menjelajahi luar angkasa,
cukuplah tersedia lapangan kerja rakyatnya
cukuplah terjaga kesehatan dan gizi warganya,
cukuplah terpenuhi pendidikan putra-putri bangsanya,
agar sejahtera yang sudah ada di depan sana
tidak lari karena kesal
melihat orang-orang merdeka ribut saja,
tidak pergi karena sebal
memandang orang-orang merdeka tidak segera memantapkan negerinya.

Sastrawan Batangan, 3 November 2009
Di tengah keributan KPK vs Polri

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 02 November 2009

Seandainya Kebetulan, Buat Apa Aku Ketemu Kamu


Kalau Tuhan kebetulan saja menciptakan siang,
kalau Tuhan kebetulan saja menciptakan malam,
maka malam tidak akan mengalah kepada siang,
dan siang akan menolak bersanding dengan malam.

Kalau kebetulan saja Tuhan menciptakan aku dan juga kamu,
lantas juga kebetulan saja Tuhan menjadikan aku dan kamu sama-sama sekolah
di sekolah kita waktu itu,
maka aku akan lihat bibirmu ada di matamu,
kamu akan lihat mataku ada di bibirku


Dan
kalau Tuhan, pemilik rasa kasih-sayang
yang ada di dadaku tidak sama dengan yang ada di dadamu
kamu akan masih benci padaku seandainya aku pernah menyakitimu
dan aku akan masih marah padamu seandainya kamu pernah menolak cintaku

Dan kalau Tuhan, pemilik rasa indah dan manis,
yang ada di jiwaku berbeda dengan yang ada di jiwamu,
maka masa lalu itu tidak manis bagimu dan tidak indah bagiku,

Lantas kalau kini aku dan kamu bertemu lagi,
Dialah yang menciptakan dengan sengaja,
agar kamu dan aku
makin memahami
mengapa aku dan kamu hidup, lalu dipertemukan
dan
agar kamu dan aku
mencari jalan agar kelak kembali diperjumpakan,
karena Dia, Yang Tidak Pernah Membuat Kebetulan,
sudah menuliskan dalam hukum kekalNya,
bahwa siapa saja yang selalu berusaha di jalan lurusNya
akan dipertemukan kembali esok lusa di akhirat sana,

(Memori Reuni Bhawikarsu /Alumni SMAN III Malang Lulusan 1975,
Resto Jimbaran, Ancol, Jakarta, 11 Juli 2009)

Sastrawan Batangan, 14 Juli 2009


Senin, 26 Oktober 2009

Kalau Tak Mau Dusta Lalu Apa?



Kalau Dia mau lantas bersabda ”Jadi”,
siapa saja bisa jadi capung yang umurnya hanya sehari.
siapa saja bisa jadi sapi yang dapat menaiki tangga, tapi tidak bisa menuruninya.
siapa saja bisa jadi kanguru yang tidak dapat berjalan mundur.
siapa saja bisa jadi gajah yang tidak dapat melompat.
siapa saja bisa jadi kalajengking yang akan menyengat dirinya sendiri sampai mati jika ditetesi minuman keras,.
siapa saja bisa jadi kucing betina yang bisa melahirkan lima ribu anak dalam setahun
siapa saja bisa jadi monyet yang hanya bisa makan kacang kalau ada orang yang memberinya
siapa saja bisa jadi anjing, yang baru bisa naik bmw kalau diajak manusia

Karena sabda ”jadi”-nya bukan seperti itu,
maka sepenggal kalimat ” Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ”,
mestinya membuat nyali jatuh tersungkur,
lantas bangkit bersyukur menjadikan bumi makmur

Sastrawan Batangan,
Bogor 2006 Oktober 2009, 22.00


Jumat, 23 Oktober 2009

Sebut-sebutlah Tetangga Setiap Kali Ada Seremoni


Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati
pilihan rakyat yang terhormat,
adalah wajar jika di lima tahun jabatanmu yang singkat,
rakyatmu memberi pesan untuk diingat,
agar jangan berambisi kemakmuran negeri teraih di masa rezimmu
agar jangan mimpi kesejahteraan bangsa tercapai di masa jabatanmu
agar jangan pula emosi semua persoalan habis tuntas di masa pemerintahanmu.
Berambisilah, bermimpilah dan bersunguh-sunguhlah
agar persoalan mendasar yang disepelekan di negeri ini,
yang belum beres-beres
walau berganti-ganti rezim pimpinan dan wakil rakyat
dapat mulai diselesaikan serempak di masamu,
yang semoga pula menjadi standar
untuk diteruskan para penggantimu,
siapapun mereka.

Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati,
pilihan rakyat yang terhormat,
persoalan mendasar yang disepelekan di negeri ini,
adalah menyusutnya tradisi peduli mengurusi tetangga miskin
bersamaan dengan makin jadi kotanya kampung-kampung dan desa-desa
yang bersamanya menguap kebiasaan beras jimpitan,
yang bersamanya terkikis kepedulian pada balita dan ibu hamil miskin
yang bersamanya tergerus perhatian pada jompo-jompo melarat
yang bersamanya makin tidak diacuhkannya posyandu swadaya
dan masih banyak lagi,
walaupun harus bersyukur
masih ada tradisi mengantar jenazah tetangga,
mungkin karena tidak tega membiarkannya berjalan sendiri ke kuburan,

Hilang, lenyap, musnah, menguap tradisi peduli tetangga
diganti mesin-mesin birokrasi,
yang dikatakan lebih efisien
yang disebut-sebut lebih profesional,
tetapi inilah kenyataan yang perlu diungkap,
betapa dari 230 juta rakyat,
ada sepertujuh alias 30 jutaan rakyat miskin,
dari 30 jutaan rakyat miskin, ada 4 juta anak miskin
dari 4 juta anak miskin,
ada 700 ribuan anak miskin yang benar-benar kurang gizi,
dan mesin-mesin birokrasi hanya sanggup per tahun menangani
hanya 30 ribuan dari 700 ribuan anak yang benar-benar kurang gizi.
Apakah mesin-mesin birokrasi sanggup mencegah
agar sisanya yang masih jutaan itu tidak kurang gizi,
yang di kala besarnya akan menjadi tidak produktif lantas menjadi beban anak cucu ?
Atau dibiarkan saja yang nanti di kala dewasanya akan bodoh,
yang kalau emosional akan merusak hasil pembangunan ?
Lalu siapa yang peduli sisanya
kalau tidak enam per tujuh tetangganya sendiri?

Karena suaramu lebih di dengar
dan karena engkau sering beranjangsana,
sering turba, sering hadir di seremoni,
meresmikan rangkaian kereta api baru, jembatan baru, pabrik baru, jalan tol baru,
melantik pejabat baru,
meresmikan dan melantik apa saja yang mengharuskan datangmu,
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut beras jimpitan?
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut posyandu?
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut perlu bareng peduli tetangga melarat ?
Sebut-sebutlah itu di setiap kali ada seremoni,
agar tertancap di benak rakyat yang kini dibombardir iklan-iklan konsumsi nikmat
agar tidak terlupa oleh hiruk pikuk agenda kegiatan yang membuatmu kurang banyak bubuk

Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati,
pilihan rakyat yang terhormat,
di tumpukan urusanmu yang sedemikian banyak, komplek dan rumit itu
mungkin akan engkau anggap sepele urusan mendasar ini.
Tapi percayalah jika persoalan ini engkau tuntaskan,
engkau dan rakyatmu akan melenggang kencang menyelesaikan urusan-urusan besar
engkau dan rakyatmu akan dapat bintang dari yang maha kuasa,
karena engkau dan rakyatmu menetapi salah satu dari banyak kalimat perintahNya :
”Berbuat baik kepada tetangga dekat, tetangga jauh,
memberi dan menganjurkan memberi orang miskin di kala lapang dan sempit”,
yang tidak hanya berlaku bagi individu biasa,
tetapi buat siapa saja yang merasa manusia.

Maka sebut-sebutlah di mana saja setiap kali ada seremoni,
agar ingat, agar mau, agar serempak peduli
tetangga yang belum sejahtera,
karena siapa yang lebih cepat bereaksi dan peduli
kalau bukan tetangganya sendiri,
karena siapa yang bertanggung jawab di kala mati,
kalau bukan diri sendiri.

Sastrawan Batangan, 24 Oktober 2009
Diilhami oleh QS 51:55 dan QS 107: 1-3

Kalau Tak Beda Alias Sama Saja


Kalau lelaki
sama saja alias tak beda dengan
perempuan,
maka
tak akan ada kamu dan aku,


Kalau dosa
sama saja alias tak beda dengan
pahala,
maka
tak akan ada neraka dan sorga,

Kalau dua puluh empat jam minus tidur diisi kerutinan
sama saja alias tak beda dengan
melakukan hal yang sama
plus memberi
dan menganjurkan memberi manfaat
maka
sang maha pencipta tidak bisa disebut sang maha adil.

Karena
sang maha pencipta juga sang maha adil,
maka
ada selarik kalimat dari yang maha cepat hisabnya :
“Berlomba-lombalah memberi
dan menganjurkan memberi manfaat”.
Itulah yang akan membuat tidak sama,
itulah yang akan menjadikan beda.

Sastrawan Batangan, 26 Oktober 1996/24 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Mas Kumambang Sudah Makin MenJingga


Mas kumambang sudah lama tidak lagi kuning,
ketika menghilir kali lewat desa dan kota menuju pesisir.
Ia makin menjingga,
dilumuri limbah kimia pabrik-pabrik,
diciprati karat-karat besi-besi tua,
dililiti plastik-plastik kresek warna-warni,
dikotori sampah rumahan yang busuk menghitam.
Maka tidaklah heran ada yang bilang
sensor pencemaran lingkungan,
adalah mas kumambang
yang tiap hari kompal-kampul di aliran kali,
menghilir menuju pesisir.

Mas kumambang sudah lama tidak lagi kuning,
ketika keluar dari celah-celah bokong orang-orang kota.
Ia makin menjingga, ,
diselimuti lemak makanan cepat saji,
disisipi sayatan kecil daging ayam negeri,
tidak banyak lagi serpihan
daun kangkung,
daun pepaya,
daun katu,
daun bayam
dan daun simbukan,
seperti dulu.
Maka tidaklah heran ada yang bilang
indikator kerusakan tubuh penghuni kota
adalah mas kumambang
yang tiap hari makin banyak masuk
ke dalam lubang tampungan

Ohoooo mas kumambang
tidaklah sia-sia ada kamu,
di balik pengukmu, tengikmu, anyirmu, amismu,
di balik kuningmu yang kini semakin menjingga
ada sensor
ada indikator,
seberapa cemar lingkungan
seberapa rusak tubuh penghuni kota.
Ohoooo mas kumambang.

Sastrawan Batangan, 20 Oktober 1996/23 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 21 Oktober 2009

Daripada Negeri Ini Merekam Detak Jantungmu


Jika engkau diangkat,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini,
engkau adalah yang terpilih,
sebagai peserta ujian kepemimpinan,
dengan tumpukan soal kelanjutan masa lalu.


Kalaupun engkau berjalan tegar lancar
ataupun terseok terpincang-pincang
selama masa - masa ujianmu,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini,
tidak lain tidak bukan adalah interaksi dari
yang tidak suka kamu, yang menjilat kamu,
yang loyal padamu, yang menunggu hasilmu
dan dari bersih atau masih kotornya catatan dirimu,

Karena negeri ini memang unik,
yang kotor bisa menjadi bersih
yang bersih bisa menjadi kotor,
maka kalau mau selamat sampai akhir ujian,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini
bersiaplah untuk terus maju
jika interaksi itu kondusif bagimu,
apalagi jika bersihmu lebih terlihat daripada kotormu.
Bersiaplah pula untuk lengser
jika interaksi itu tidak kondusif bagimu,
apalagi jika kotormu lebih terlihat daripada bersihmu,
daripada rakyat menghujat lalu menyakiti anak turunmu
daripada jantungmu berdetak kencang lalu keluarga kehilangan dirimu
daripada sejarah negeri ini makin banyak catatan buram tentangmu

Karena negeri ini negeri berakyat pemaaf,
yang bisa memaafkan,
siapa saja yang jantan maupun betina yang minta maaf,
maka mohonlah maaf
jika engkau tidak sampai di batas akhir ujianmu
karena rakyat telah berpeluh keringat
membiayai masa-masa ujianmu
dan yakinlah mereka akan memaafkanmu
lalu melupakanmu,
karena negeri ini juga berisi banyak pelupa sejarah
Dan maafkanlah serta lupakanlah pula,
yang tidak suka kamu, yang menjilat kamu,
yang loyal padamu, yang menunggu hasilmu
dan aku yang mengingatkanmu.

Sastrawan Batangan, 22 Oktober 2009
Di hari SBY melantik menteri-menteri kabinetnya

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Seandainya Aku Soekarno, Kulamar Engkau Kemarin Sore



Kisah
Soekarno yang gagah,
Soekarno yang heroik menggugah,
Soekarno yang menarik,

Soekarno yang hangat bercinta dengan berbagai wanita,
Soekarno yang disuka dan menghormati wanita,
Soekarno yang suka berterus terang kepada wanita,
Soekarno yang pernah kawin dengan seorang wanita manca,
dibaca oleh Sukarnoto,
bujangan, anak transmigran Jawa di Sumatera,
yang sedang sekolah di mancanegara.

Dan suatu saat,
ketika tertarik kepada teman sekolahnya,
seorang wanita asli mancanegara,
Sukarnoto menyatakan cintanya :

“Seandainya aku Soekarno,
kulamar engkau kemarin sore”,

dan wanita,
yang belum pernah membaca sejarah Soekarno,
sedikit cemberut lalu menjawab :

“Seandainya aku dirayu Soekarno
akan kujawab,
mohon maaf,
karena aku
hanya ingin dimiliki
dan
memiliki Soekarnoto,
orang yang memang kucinta.”

Sukarnoto, pengagum berat Soekarno,
lantas terdiam sejenak
lalu tersenyum syukur,
ternyata
ia bisa mencinta
tanpa bertepuk sebelah tangan
tanpa harus mengaku-aku Soekarno.

SastrawanBatangan, 2009-04-12\

Lebih Bijak Setelah SBY


Siapapun presiden sesudah SBY, seharusnya lebih bijak,
mestinya sudah belajar banyak
dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Mbak Mega dan SBY sendiri,
mestinya sudah tamat memelototi sejarah
Sriwijaya, Singasari, Majapahit, Aceh, Hasanuddin, Sultan Agung, dan masih banyak lagi deretan tokoh bumi Nusantara yang amat beragam ini,

bahkan
mestinya sudah pula usai menekuni
riwayat maju dan hancurnya bangsa-bangsa di dunia

Sriwijaya, Singasari, Majapahit adalah keberhasilan ekspansi sekaligus kegagalan membentuk kelestarian nasionalisme Indonesia
Aceh adalah kegagahan berjuang di utara sekaligus kegagalan dukungan selatan untuk melawan Portugis dan Belanda
Sultan Agung adalah keberhasilan pengerahan masa menyerbu Batavia sekaligus kekurangpintaran berstrategi perang
Hasanuddin adalah keheroismean Sulawesi yang menyebar ke Jawa, Maluku dan Nusatenggara sekaligus kekurangkompakan menghadapi pedagang Eropa bersenjata
Soekarno-Hatta adalah keberhasilan merdeka dan manuver bandul berimbang di arena global sekaligus rapuhnya negeri oleh pertikaian politik
Soeharto adalah keberhasilan strategi stabilitas untuk membangun sekaligus rusaknya moral oleh KKN diam-diam
Habibie adalah keberhasilan sejenak awal reformasi sekaligus sedihnya ahli waris para pejuang Timor Timur
Gus Dur adalah keberhasilan LSM dan kaum bersarung untuk tampil resmi memberi kontribusi sekaligus belum siapnya demokratisasi total
Mbak Mega adalah keberhasilan wong cilik sekaligus belum siapnya daerah berotonomi,
SBY-JK adalah keberhasilan duet pilihan langsung rakyat penyebab koruptor pusing tujuh keliling sekaligus masih mahalnya biaya berpilkada

Dan karena itu
siapapun presiden sesudah SBY, mestinya lebih bijak
dalam menggiring masa
agar bersatu, berdisiplin dalam semangat nasional
untuk merencana dan melaksanakan tindakan komprehensif yang tidak compang-camping
tanpa ada KKN,
tanpa ada de-demokratisasi,
tanpa ada sentralisasi,
tanpa ribut pemilu
tanpa mahal pilkada
tanpa harus bolak-balik mengganti papan nama kementerian
tanpa harus berantre panjang membeli kebutuhan dasar
tanpa harus memelototi si kaya agar peduli si miskin
tanpa harus menjadikan si miskin selalu menengadahkan tangannya kepada si kaya
karena presiden mampu
memberdayakan semua lapisan rakyatnya
si kaya memberdayakan dirinya
untuk memberdayakan si miskin
dan memang sulit
tapi itulah tantangan
bagi siapapun presiden negeri ini
sampai kapanpun

SastrawanBatangan, Maret 2009
http://sastrawanbatangan.blogspot.com
http://mariberposdaya.co.cc


Jinak-jinak Sikut Lembut-lembut Si Mata Hati


Alangkah tajam pena,
ketika mampir di surat kabar lalu mampu membikin gejolak masa,
alangkah tajam lidah
ketika tampil di silaturahmi lalu mampu mendiskreditkan orang
alangkah tajam sikut,
ketika bermodal keinginan lalu mampu menyenggol sana menyenggol sini
Alangkah tajam otak
ketika berbekal pendidikan lalu mampu mereka-reka peluang kriminal,

alangkah tajam kedipan mata
ketika bersandar kekuasaan lalu mampu membunuh dan mengkerdilkan lawan
alangkah tajam alat vital
ketika berbekal uang lalu mampu membeli birahi di banyak sudut negeri,
dan
alangkah tajam mata hati,
ketika berbasis panduan Sang Maha Pemberi Petunjuk,
lalu mampu
melembutkan goresan pena ,
menjinakkan lidah,
menstabilkan sikut
melunakkan mata,
membasuh otak,
menekuk alat vital,
lantas menjadikannya sinergi untuk lurus,
di jalan Sang Maha Pemberi Arahan

Sastrawan Batangan, 21 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 19 Oktober 2009

Ada Untung Ada Syukur Susilo Bambang Yudhoyono


Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
Betapa tidak,
hari ini dilantik lagi sebagai Presiden negeri ini;
negeri dengan manusia ramah lembut hati,
yang tidak gundah seperti kebanyakan manusia di negeri tempat lahir para nabi;

negeri yang diwarisi manusia dengan banyak perbedaan,
yang meskipun sering cerewet namun tetap akrab rukun dalam harmoni;
negeri yang telah diwarisi sendi-sendi perikehidupan sosial religius Pancasila,
yang meski sering adu mulut namun tetap merekat tali silaturahmi;
negeri yang telah diukir dengan ribuan sejarah dan legenda perjuangan heroik,
yang menjadi referensi agar tidak mengulangi perilaku buruk masa lalu;
negeri yang telah berhasil menetapkan jabatan presiden tak boleh lebih 2 kali,
yang kalau kelamaan akan cenderung menyakitkan jiwa dan raga rakyatnya
negeri yang subur dengan sumber-sumber alam yang lebih dari cukup,
namun suka batuk dan bergoyang agar penghuninya tahu diri tidak sekehendak hati;
negeri yang menyediakan banyak orang energik dan orang pintar,
yang siap rajin kerja, siap tidak korupsi, asalkan ada ketegasan dan teladan dari atasnya

Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
tidak mendapat kesulitan seperti sulitnya pemimpin-pemimpin terdahulu,
karena sumber sumber kejayaan telah distabilkan olehNya,
Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
sehingga mau tidak mau mestinya bersyukur.
Dan karena syukur itu harus punya bukti.
Maka Susilo Bambang Yudhoyono,
di jabatan kedua presiden mulai hari ini,
tentunya berikrar dalam hati,
akan lebih mengesampingkan kepentingan diri, keluarga, partai dan orang dekatnya
tentunya bersumpah pula dalam hati,
akan berbuat jauh lebih baik daripada lima tahun yang lalunya
buat negeri ini.

Sastrawan Batangan, 20 Oktober 2009
Di hari Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai Presiden RI Untuk Kedua Kalinya

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Sederet Potret Kabinet


Jika keacuhan tentang negeri ini masih ada,
siapa sih yang tak mengharapkan,
negeri ini aman-damai, negeri ini makmur, negeri ini sentosa,
buat dirinya, buat bangsanya, buat keturunannya.

Dan karena itu,
semua yang acuh mestinya berharap,
siapa saja presiden negeri ini
siapa saja yang duduk di kabinet membantu presiden negeri ini
adalah orang yang terbaik,
yang mampu mengatur semua urusan,
mulai dari lubang jalan sampai kereta api yang kini masih jauh dari nyaman
mulai dari anak jalanan, bayi kurang gizi sampai jompo kleleran.
mulai dari usaha super kecil sampai bisnis trilyunan
mulai dari preman pinggir jalan sampai koruptor kelas milyaran
mulai dari pendidikan balita sampai pelatihan siap kerja
mulai dari pulau terpencil minus pendapatan sampai kota besar yang gemuk iklan
mulai dari tuntutan otonomi daerah sampai hubungan antar negara,
mulai dari yang senang membuat teror sampai politikus yang suka ambil kesempatan
mulai dari hajad rakyat yang paling kecil sampai keinginan orang besar.

Hanya saja apakah yang terbaik bisa disinergikan ?
Hanya saja apakah yang terbaik sesuai dengan lingkungan ?
Hanya saja apakah yang terbaik bisa memberikan yang terbaik?

Jika keacuhan tentang negeri ini masih ada,
siapa sih yang tak mengharapkan,
negeri ini dapat cepat mencapai cita-citanya,
dan karena itu,
semua yang acuh mestinya berharap,
yang terbaik bisa sinergi,
yang terbaik bisa sesuai dengan lingkungan,
yang terbaik bisa memberikan yang terbaik,
buat mana lagi kalau bukan untuk negeri sendiri.

Sastrawan Batangan, 19 Oktober 2009
Menyambut datangnya presiden, wakil presiden dan para menteri baru negeri ini

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Minggu, 18 Oktober 2009

Sungguh Kasihan Sungguh Manja Negeri Ini


Negeri ini sarat persoalan kecil
yang menjadi besar,
ketika knalpot bising yang bisa dihimbaukan orang tua,
diminta jadi urusan negara
ketika urusan displin turun naik angkot di sebarang tempat
dihibahkan jadi urusan negara

ketika urusan disiplin berhenti di lampu lalu lintas
diserahkan jadi pekerjaan negara
ketika kelaparan dan kurang gizi tetangga,
tidak segera ditangani tapi dilemparkan kepada negara,
ketika kurang gizi yang bisa digotong bersama,
tidak segera diakali tapi dilimpahkan kepada negara
ketika urusan kecil-kecil lain yang bisa diurus bersama,
dibebankan kepada negara.
Dan karena banyak sekali persoalan kecil dilemparkan pada negara
Maka persoalan kecil menjadi persoalan besar,
Dan saking banyaknya persoalan kecil menjadi persoalan besar,
penyelesaian persoalan yang sungguh amat besar menjadi tertunda

Dan sungguh kasihan para punggawa yang mengurus negeri ini,
dibebani persoalan-persoalan kecil yang menjadi besar,
yang tak kunjung selesai,
karena memakai pendekatan persoalan besar
mengabaikan pendekatan persoalan kecil,
yang lalu mengurangi energinya
menyelesaikan persoalan yang sungguh amat besar

Dan sungguh manja rakyat negeri ini,
ketika hanya berbicara persoalan besar,
mengabaikan persoalan kecil
tak sadar, tak merasa,
telah menunda penyelesaian persoalan yang sungguh amat besar

Sastrawan Batangan, 19 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Kabar Selingkuh Bulan Ramadhan


Memang sungguh-sungguh setan tak mau dunia tenteram,
meskipun di bulan ramadhan,
dan karena itu,
dia tak mau mendekam diam,
karena jika mengeram diam dan jagad ini tenteram,
dia tidak ada pekerjaan,

dan itu mengingkari permintaannya sendiri
kepada Tuhan yang telah menciptakannya
.
Maka tersebutlah buah karya setan semesta alam
tertayang dalam kisah selingkuh selebriti,
mewakili sedemikian banyak kisah manusia sejak dulu,
yang enggan kerutinan,
yang sering bosan hidangan halal
sehingga bersayang-sayang di kegelapan,
berpapa-mama di keremangan
berkuda-kudaan di luar formal-legal.

Itulah sukses kerja setan
yang pernah membujuk Bapak Adam, menggoda Ibu Hawa
menyelingkuhi perintah Tuhan Semesta Alam

Diangkat Dari Kisah Selebriti Anang-Krisdayanti & Hikmah QS 38:75-84,
Sastrawan Batangan, 18 September 2009


Sabtu, 17 Oktober 2009

Di Menit-Menit Mata Terbuka


Sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,

entah berapa
semut, nyamuk, kecoa, tikus, ayam, kambing,
sapi, ikan, burung dan masih banyak lagi
tiap hari nyawanya melayang
entah diinjak, ditepuk, diburu, ditembak, dipancing, disate,
dipanggang, digoreng, dibakar
oleh tangan, oleh kaki
milikku milikmu
dan atau oleh tangan dan kaki orang lain
untuk memenuhi hajadku, hajadmu

Sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,
entah berapa
hamba sahaya, bawahan, tetangga, teman, keluarga,
saudara dan masih banyak lagi
tiap hari tersakiti,
entah dimarahi, diomongi, dihina, disombongi, dikurangi haknya dan entah diapakan lagi
oleh ulahku, oleh ulahmu
dan atau oleh ulah orang lain
untukku, untukmu

Untung Sang Pencipta Nyawa,
tak langsung minta nyawa dibalas nyawa,
tak langsung minta menyakiti dibalas disakiti
sehingga Dia tidak mencipta raksasa
untuk menginjak, menepuk, memburu, menembak, memancing, menyate,
memanggang, menggoreng, membakar,
menyakiti, menyinggung, memarginalkan, dan menganiaya,
dirimu, diriku.

Dia hanya sekali-kali
Dia hanya sedikit-sedikit
menggoyangkan bumi,
menggelontorkan banjir,
meniupkan topan,
menyengatkan petir
membatuk-batukkan gunung api
menyiramkan tsunami,
memanjangkan musim kering,
mendatangkan orang marah, orang sombong, orang yang mengurangi hak orang

Saat kebebalan telah bisa dibongkar,
tidak ada yang lain selain memohon tobat untuk tidak kumat
karena di menit-menit matamu, di detik-detik mataku, terbuka,
sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,
entah berapa nyawa melayang terbang, entah berapa jiwa tersakiti.
olehmu, olehku
dan atau
oleh orang lain
untukmu, untukku

Sastrawan Batangan, 18 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tidak


Memang benar bahwa “tidak” itu sukar,
ketika yang sangat menyayangi,
harus memenuhi permintaan yang amat disayangi

ketika yang sangat menakuti,
harus memenuhi permintaan yang amat ditakuti

Memang benar bahwa “tidak” yang lembut itu gampang,
ketika kasih sayang sudah diukir dalam hati.
Memang benar bahwa “tidak” nan manis itu gampang,
ketika ketrampilan diplomasi sudah dipahat dalam bibir.
Memang benar bahwa “tidak” nan suci itu gampang,
ketika menyampaikan “tidak” tanpa kentara sudah meresap dalam sel-sel tubuh.
Memang benar bahwa “tidak” nan bijak itu gampang,
ketika akal yang bersimbiose dengan petunjuk Sang Maha sudah disolder dalam benak.

Memang benar bahwa “tidak itu” sukar
dan
memang benar bahwa “tidak” itu gampang.

Sastrawan Batangan, 17 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Jumat, 16 Oktober 2009

Idealisme Badut


Sang bapak penuh semangat memberi nasehat anaknya :

Idealisme tak boleh ditukar
dan karena itu
Pattimura, Imam Bonjol dan sebangsanya rela mengangkat senjata melawan koloniaL.
Idealisme tak boleh dibeli,
dan karena itu
Soekarno, Hatta dan kawan-kawannya dengan tegar hati mau dipenjara.
Idealisme nasional-sosial religius tak boleh lapuk dan harus selalu tergetar
dan karena itu
panji-panji pemersatu mesti selalu dijaga dan dikumandangkan
agar insan Indonesia selalu sadar dan mau berbhineka tunggal ika
lalu bersinergi mengatasi kemiskinan dan kebodohan bangsanya
tidak hanya di lingkungan besar saja
namun juga di lingkungan kecil RT, RW dan desanya
Idealisme tak boleh dikangkangi hawa nafsu
dan karena itu
harus selalu diberi akal,
agar tidak berwajah sangar, merusak dan bertindak brutal”

Sang anak, yang khidmat mendengarkan, tersentak
ketika sang bapak menghentikan kata-katanya,
lalu memakai topeng badut, menari-nari,
sesekali menunggingkan pantatnya,
sesekali menjulurkan lidahnya,
sesekali mengepalkan tinjunya.

Sang anak bilang bapaknya lucu
dan
bertanya apa hubungan idealisme dengan badut.

Sang bapak menjelaskan kepada anaknya :

“Idealisme itu perlu dilakukan di balik topeng,
sambil berlagak lucu seperti badut.
Hanya dengan itu
idealisme tidak bertabrakan
yang lantas
memakan korban”

SastrawanBatangan,
Cibinong, 10 November 1996/Maret 2009

Medan Bakti Kangmas Bupati (2)


“Dengan segala hormat kangmas bupati,

sudah kuterka di zaman reformasi ini,
betapa sulit kangmas menghadapi para anggota dewan yang mengatasnamakan “seluruh” rakyat,
tidak semudah di zaman embah Soeharto dulu wakil rakyat setuju-setuju saja,

sudah kuduga di zaman remuk-redam sisa masa lalu ini,
betapa sulit kangmas memberdayakan birokrat yang jumlahnya sudah menggelembung kebanyakan,
tidak segampang di zaman orde baru yang demi stabilitas semua peraturan menjadi manjur

sudah kutebak di zaman semrawut tanpa disiplin ini
betapa sulit kangmas meredam rakyat yang gampang protes, turun ke jalan
dan bahkan membakar apa saja,
tidak seenak dulu ketika dengan sekali tunjuk mereka ditangkap dan kalau perlu disukabumikan

maka kangmas bupati, sabarlah,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
belilah sezak semen dan tamballah sebuah lubang menganga di jalan raya tak jauh dari kantormu
terlalu lama rakyatmu menunggu anggaran turun
terlalu lama rakyatmu menunggu pembenahan sistem manajemen birokrasi
terlalu lama rakyatmu menunggu terciptanya sistem manajemen partisipasi
hanya untuk menambal sebuah lubang pencabut nyawa
meski di dekat situ banyak toko penjual semen dan bahan bangunan

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
suruhlah para kepala dinas/ biro/ seksi, camat dan seluruh pegawaimu
mengumpulkan data jompo miskin yang benar-benar jompo miskin,
bocah dan orang melarat yang benar-benar bocah dan orang melarat,
(sebab betapa rusaknya pendataan di negeri kita ini)
lalu suruhlah aparat kangmas berpatungan
dan belikan mereka yang miskin dan melarat itu beras dan kacang ijo,
terlalu lama rakyatmu menunggu sistem penanganan masalah sosial
terbentuk dan terimplementasi di negeri ini,
sementara makin banyak saja dana terserap untuk banjir, gempa, kebakaran
dan persoalan dadakan lainnya, yang akan makin terus datang
menyebabkan masalah kemiskinan menahun di depan mata lolos dan lewat begitu saja

hanya dengan itulah kangmas bupati,
kangmas tidak usah susah-susah,
kangmas tidak usah sulit-sulit,
agar kangmas tidak pusing lagi,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang,
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta yang kalau bisa itu satu-satunya.

(tertanda Arief Adikusuma)”

Pak bupati melipat dan menyimpan surat adiknya, Arief Adikusuma, guru SD di daerah transmigrasi, yang kemarin berlebaran ke jawa dan untuk itu rela menghabiskan tabungan setahunnya.

SastrawanBatangan,
(Cibinong, Maret 2009)

Catatan :
1) Diilhami oleh tidak praktisnya sistem manajemen birokrasi, sistem perwakilan/pengawasan rakyat dan
rakyat yang masa bodoh, sehingga :
a) kalau ada jalan satu lubang saja tidak langsung ditambal, menunggu lama,
b) ada 4 juta balita miskin di Indonesia di mana 700-an ribu bergizi buruk dan kemampuan pemerintah
untuk menanganinya per November 2008 hanya 39 ribu balita gizi buruk saja
2) Doa buat almarhum kawanku Ir M Ibnu Rubianto yang begitu pendek menjadi Bupati Malang.

Baginda Amplop


Ketika zaman edan berangsur hilang,
maka Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan,
tersenyum senang,
karena amplop
tidak lagi jadi panglima
bukan lagi jadi raja penentu segalanya,
sebab undang-undang anti amplop tegas menyatakan:

“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali yang mengkoleksi amplop bekas
sebatas untuk kenangan masa lalu"

Dan karena amplop tidak ada lagi,
maka narkoba lewat amplop beringsut pergi,
maka lembaran uang suap atau cek berbau pungli tidak berseliweran lagi
rakyat senang, pengusaha senang, parlemen senang, PBB senang,
tetapi di balik itu,
para penyusun undang-undang kelupaan,
bahwa ada yang menderita,
yaitu cinta,
yang tetap dan selalu perlu amplop
agar rayuan gombal tidak dibaca oleh pak pos atau siapapun,

Karena zaman edan sudah lenyap,
demokrasipun tanpa takut-takut mengalir lancar
lewat wakil rakyat di parlemen,
remaja minta undang-undang diamandemen.

Maka akhirnya,
undang-undang anti amplop berhasil direvisi menjadi berbunyi:
“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali untuk keperluan cinta”

Remaja senang, rakyat senang, pengusaha senang,iparlemen senang, birokrat senang,
investor senang, semua senang, apalagi pabrik produsen dan para penjual amplop.
Dan karena semuanya senang, tak ada yang disakitkan, tak ada dendam,
maka tersenyum senang pula Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan.


SastrawanBatangan, 21 Maret 2009

Sanghyang Siksakandang Karesian (2)


Terima kasih buat Prabu Wastu Kancana,
yang memerintah negeri Sunda-Galuh 1371-1475 M,
yang namanya terpahat di mana-mana namun banyak yang tidak tahu siapa kamu
yang tidak mau enak-enakan menjadi raja,

yang tidak mau sekadar duduk di atas singasana,
yang tidak malas dan lupa menulis buat anak cucunya,
dan karena itu semua, terpahatlah pesanmu “Sanghyang Siksakandang Karesian” :

“Teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu, pepet byakta warta manah, mana kreta na bwana, mana hayu ikang jagat kena twah ning janma kapahayu.
Kite keh, sang pandita pageuh di kapanditaanna, kreta; sang wiku pageuh di kawikuanna, kreta; sang manguyu pageuh di kamanguyuanna, kreta; sang paliken pageuh di kapalikenna, kreta; sang ameng pageuh di kaamenganna, kreta; sang wasi pageuh di kawasianna, kreta; sang ebon pageuh di kaebonna, kreta; maka nguni sang walka pageuh di kawalkaanna, kreta; sang wong tani pageuh di katanianna, kreta; sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta; sang gusti pageuh di kagustianna, kreta; sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta; sang masang pageuh di kamasanganna, kreta; sang bujangga pageuh di kabujanggaanna, kreta; sang tarahan pageuh di katarahanna, kreta; sang disi pageuh di kadisianna, kreta; sang rama pageuh di karamaanna, kreta; sang prebu pageuh di kaprebuaanna, kreta.
Nguni sang pandita kalawan sang dawara tu pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul kulon weta sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh”.

(Teguhkan, kukuhkan batas-batas kebenaran,
penuhkan kenyataan niat baik dalam jiwa, maka akan sejahteralah dunia,
maka akan sentosalah jagat ini sebab perbuatan manusia yang penuh kebajikan.
Demikian hendaknya,
bila pendita teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejahtera;
bila wiku teguh dalam tugasnya sebagai wiku, akan sejahtera;
bila manguyu teguh dalam tugasnya sebagai ahli gamelan, akan sejahtera;
bila paliken teguh dalam tugasnya sebagai ahli seni rupa, akan sejahtera;
bila ameng teguh dalam tugasnya sebagai pelayan biara, akan sejahtera;
bila wasi teguh dalam tugasnya sebagai santi, akan sejahtera;
bila ebon teguh dalam tugasnya sebagai biarawati, akan sejahtera;
bila walka teguh dalam tugasnya sebagai pertapa yang berpakaian kulit kayu, akan sejahtera; bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani, akan sejahtera;
bila euwah teguh dalam tugasnya sebagai penunggu ladang, akan sejahtera;
bila gusti teguh dalam tugasnya sebagai pemilik tanah, akan sejahtera;
bila menteri teguh dalam tugasnya sebagai menteri, akan sejahtera;
bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat, akan sejahtera;
bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka, akan sejahtera;
bila tarahan teguh dalam tugasnya sebagai penambang penyeberangan, akan sejahtera;
bila disi teguh dalam tugasnya sebagai ahli obat dan peramal, akan sejahtera;
bila rama teguh dalam tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejahtera;
bila raja teguh dalam tugasnya sebagai penguasa, akan sejahtera;
Demikian seharusnya,
pendeta dan raja harus teguh membina kesejahteraan di dunia,
maka akan sejahteralah di utara selatan barat dan timur,
di seluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit,
sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia).

Terima kasih buat Prabu Wastu Kancana,
yang lahir 1348 M,
karena “Sanghyang Siksakandang Karesian”mu itu terbukti nyata,
bahwa mana mungkin negeri sentosa,
jika sebagian besar masyarakat tidak malu-malu dan masa bodoh
menukar komitmen profesinya dengan harta, tahta dan wanita.

Maret 2009
Sastrawan Batangan

Mas Kojur Menggadai Jujur


Mas Kojur,
sejak lama ikut nasehat agar tak mudah tergiur,
dunia gemerlap di selatan, utara, barat dan timur.
dan karena jujur,
mas Kojur seakan tak peduli urusan dapur,

yang suka berteriak, belum cukup lauk dan sayur.
dan karena jujur,
mas Kojur seakan tak peduli sering terbentur,
kiri-kanan yang lebih mengedepankan hidup makmur.

Berkali-kali anak dan isteri mas Kojur sambat,
bahwa mereka terlalu melarat,
dibandingkan sekelilingnya yang aduhai hebat.
Tetapi mas Kojur tetap bersikukuh tidak mau khianat
pada wasiat luhur karena takut kualat.

Karena kurang uang,
maka isterinya menjadi makin sering berang
cumbu sayang terasa hilang diganti meradang,
mas Kojur pun jatuh cinta pada perempuan lajang
yang mau melipur laranya sampai ke sumsum tulang
dan mas Kojurpun kawin tanpa bilang-bilang
dan jadilah dia mabuk kepayang.

Waktu berganti, tempo berlalu
mas Kojurpun sadar bahwa dapurnya tidak lagi satu,
yang harus dijaga berkebul setiap waktu.
dan terpaksa, mas Kojurpun menggadaikan sang jujur,
yang telah dipupuknya sepanjang umur.
dan
semuanya memang berbalik karena berubah menjadi makmur.
isteri pertama senang,
yang bukan berarti berangnya lalu hilang
isteri keduanya juga riang,
mana ada perempuan tak mau hidup senang
dan makin terbuailah mas Kojur ke awang-awang.

Namun akhirnya anak dan isterinya menangis
ketika mas Kojur diborgol masuk penjara sembari meringis,
sementara tetangga dan kawannya hanya senyum sinis
saat palu diketuk tanda resmi vonis,

Lantas di sisa umur, setelah keluar dari penjara,
mas Kojur menulis untuk anak-cucunya :
“janganlah karena jujur lantas terbentur”,
“janganlah takabur karena jujur”
“janganlah urusan dapur dan nafsu mengalahkan jujur”
dan
“janganlah kaya karena tidak jujur”

sastrawanbatangan, april 2009
http://sastrawanbatangan.blogspot.com