Senin, 26 Oktober 2009

Kalau Tak Mau Dusta Lalu Apa?



Kalau Dia mau lantas bersabda ”Jadi”,
siapa saja bisa jadi capung yang umurnya hanya sehari.
siapa saja bisa jadi sapi yang dapat menaiki tangga, tapi tidak bisa menuruninya.
siapa saja bisa jadi kanguru yang tidak dapat berjalan mundur.
siapa saja bisa jadi gajah yang tidak dapat melompat.
siapa saja bisa jadi kalajengking yang akan menyengat dirinya sendiri sampai mati jika ditetesi minuman keras,.
siapa saja bisa jadi kucing betina yang bisa melahirkan lima ribu anak dalam setahun
siapa saja bisa jadi monyet yang hanya bisa makan kacang kalau ada orang yang memberinya
siapa saja bisa jadi anjing, yang baru bisa naik bmw kalau diajak manusia

Karena sabda ”jadi”-nya bukan seperti itu,
maka sepenggal kalimat ” Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ”,
mestinya membuat nyali jatuh tersungkur,
lantas bangkit bersyukur menjadikan bumi makmur

Sastrawan Batangan,
Bogor 2006 Oktober 2009, 22.00


Jumat, 23 Oktober 2009

Sebut-sebutlah Tetangga Setiap Kali Ada Seremoni


Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati
pilihan rakyat yang terhormat,
adalah wajar jika di lima tahun jabatanmu yang singkat,
rakyatmu memberi pesan untuk diingat,
agar jangan berambisi kemakmuran negeri teraih di masa rezimmu
agar jangan mimpi kesejahteraan bangsa tercapai di masa jabatanmu
agar jangan pula emosi semua persoalan habis tuntas di masa pemerintahanmu.
Berambisilah, bermimpilah dan bersunguh-sunguhlah
agar persoalan mendasar yang disepelekan di negeri ini,
yang belum beres-beres
walau berganti-ganti rezim pimpinan dan wakil rakyat
dapat mulai diselesaikan serempak di masamu,
yang semoga pula menjadi standar
untuk diteruskan para penggantimu,
siapapun mereka.

Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati,
pilihan rakyat yang terhormat,
persoalan mendasar yang disepelekan di negeri ini,
adalah menyusutnya tradisi peduli mengurusi tetangga miskin
bersamaan dengan makin jadi kotanya kampung-kampung dan desa-desa
yang bersamanya menguap kebiasaan beras jimpitan,
yang bersamanya terkikis kepedulian pada balita dan ibu hamil miskin
yang bersamanya tergerus perhatian pada jompo-jompo melarat
yang bersamanya makin tidak diacuhkannya posyandu swadaya
dan masih banyak lagi,
walaupun harus bersyukur
masih ada tradisi mengantar jenazah tetangga,
mungkin karena tidak tega membiarkannya berjalan sendiri ke kuburan,

Hilang, lenyap, musnah, menguap tradisi peduli tetangga
diganti mesin-mesin birokrasi,
yang dikatakan lebih efisien
yang disebut-sebut lebih profesional,
tetapi inilah kenyataan yang perlu diungkap,
betapa dari 230 juta rakyat,
ada sepertujuh alias 30 jutaan rakyat miskin,
dari 30 jutaan rakyat miskin, ada 4 juta anak miskin
dari 4 juta anak miskin,
ada 700 ribuan anak miskin yang benar-benar kurang gizi,
dan mesin-mesin birokrasi hanya sanggup per tahun menangani
hanya 30 ribuan dari 700 ribuan anak yang benar-benar kurang gizi.
Apakah mesin-mesin birokrasi sanggup mencegah
agar sisanya yang masih jutaan itu tidak kurang gizi,
yang di kala besarnya akan menjadi tidak produktif lantas menjadi beban anak cucu ?
Atau dibiarkan saja yang nanti di kala dewasanya akan bodoh,
yang kalau emosional akan merusak hasil pembangunan ?
Lalu siapa yang peduli sisanya
kalau tidak enam per tujuh tetangganya sendiri?

Karena suaramu lebih di dengar
dan karena engkau sering beranjangsana,
sering turba, sering hadir di seremoni,
meresmikan rangkaian kereta api baru, jembatan baru, pabrik baru, jalan tol baru,
melantik pejabat baru,
meresmikan dan melantik apa saja yang mengharuskan datangmu,
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut beras jimpitan?
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut posyandu?
tidak ada masalah bukan kalau kau sebut-sebut perlu bareng peduli tetangga melarat ?
Sebut-sebutlah itu di setiap kali ada seremoni,
agar tertancap di benak rakyat yang kini dibombardir iklan-iklan konsumsi nikmat
agar tidak terlupa oleh hiruk pikuk agenda kegiatan yang membuatmu kurang banyak bubuk

Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, walikota, Bupati,
pilihan rakyat yang terhormat,
di tumpukan urusanmu yang sedemikian banyak, komplek dan rumit itu
mungkin akan engkau anggap sepele urusan mendasar ini.
Tapi percayalah jika persoalan ini engkau tuntaskan,
engkau dan rakyatmu akan melenggang kencang menyelesaikan urusan-urusan besar
engkau dan rakyatmu akan dapat bintang dari yang maha kuasa,
karena engkau dan rakyatmu menetapi salah satu dari banyak kalimat perintahNya :
”Berbuat baik kepada tetangga dekat, tetangga jauh,
memberi dan menganjurkan memberi orang miskin di kala lapang dan sempit”,
yang tidak hanya berlaku bagi individu biasa,
tetapi buat siapa saja yang merasa manusia.

Maka sebut-sebutlah di mana saja setiap kali ada seremoni,
agar ingat, agar mau, agar serempak peduli
tetangga yang belum sejahtera,
karena siapa yang lebih cepat bereaksi dan peduli
kalau bukan tetangganya sendiri,
karena siapa yang bertanggung jawab di kala mati,
kalau bukan diri sendiri.

Sastrawan Batangan, 24 Oktober 2009
Diilhami oleh QS 51:55 dan QS 107: 1-3

Kalau Tak Beda Alias Sama Saja


Kalau lelaki
sama saja alias tak beda dengan
perempuan,
maka
tak akan ada kamu dan aku,


Kalau dosa
sama saja alias tak beda dengan
pahala,
maka
tak akan ada neraka dan sorga,

Kalau dua puluh empat jam minus tidur diisi kerutinan
sama saja alias tak beda dengan
melakukan hal yang sama
plus memberi
dan menganjurkan memberi manfaat
maka
sang maha pencipta tidak bisa disebut sang maha adil.

Karena
sang maha pencipta juga sang maha adil,
maka
ada selarik kalimat dari yang maha cepat hisabnya :
“Berlomba-lombalah memberi
dan menganjurkan memberi manfaat”.
Itulah yang akan membuat tidak sama,
itulah yang akan menjadikan beda.

Sastrawan Batangan, 26 Oktober 1996/24 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Mas Kumambang Sudah Makin MenJingga


Mas kumambang sudah lama tidak lagi kuning,
ketika menghilir kali lewat desa dan kota menuju pesisir.
Ia makin menjingga,
dilumuri limbah kimia pabrik-pabrik,
diciprati karat-karat besi-besi tua,
dililiti plastik-plastik kresek warna-warni,
dikotori sampah rumahan yang busuk menghitam.
Maka tidaklah heran ada yang bilang
sensor pencemaran lingkungan,
adalah mas kumambang
yang tiap hari kompal-kampul di aliran kali,
menghilir menuju pesisir.

Mas kumambang sudah lama tidak lagi kuning,
ketika keluar dari celah-celah bokong orang-orang kota.
Ia makin menjingga, ,
diselimuti lemak makanan cepat saji,
disisipi sayatan kecil daging ayam negeri,
tidak banyak lagi serpihan
daun kangkung,
daun pepaya,
daun katu,
daun bayam
dan daun simbukan,
seperti dulu.
Maka tidaklah heran ada yang bilang
indikator kerusakan tubuh penghuni kota
adalah mas kumambang
yang tiap hari makin banyak masuk
ke dalam lubang tampungan

Ohoooo mas kumambang
tidaklah sia-sia ada kamu,
di balik pengukmu, tengikmu, anyirmu, amismu,
di balik kuningmu yang kini semakin menjingga
ada sensor
ada indikator,
seberapa cemar lingkungan
seberapa rusak tubuh penghuni kota.
Ohoooo mas kumambang.

Sastrawan Batangan, 20 Oktober 1996/23 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 21 Oktober 2009

Daripada Negeri Ini Merekam Detak Jantungmu


Jika engkau diangkat,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini,
engkau adalah yang terpilih,
sebagai peserta ujian kepemimpinan,
dengan tumpukan soal kelanjutan masa lalu.


Kalaupun engkau berjalan tegar lancar
ataupun terseok terpincang-pincang
selama masa - masa ujianmu,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini,
tidak lain tidak bukan adalah interaksi dari
yang tidak suka kamu, yang menjilat kamu,
yang loyal padamu, yang menunggu hasilmu
dan dari bersih atau masih kotornya catatan dirimu,

Karena negeri ini memang unik,
yang kotor bisa menjadi bersih
yang bersih bisa menjadi kotor,
maka kalau mau selamat sampai akhir ujian,
wahai saudaraku pemimpin negeri ini
bersiaplah untuk terus maju
jika interaksi itu kondusif bagimu,
apalagi jika bersihmu lebih terlihat daripada kotormu.
Bersiaplah pula untuk lengser
jika interaksi itu tidak kondusif bagimu,
apalagi jika kotormu lebih terlihat daripada bersihmu,
daripada rakyat menghujat lalu menyakiti anak turunmu
daripada jantungmu berdetak kencang lalu keluarga kehilangan dirimu
daripada sejarah negeri ini makin banyak catatan buram tentangmu

Karena negeri ini negeri berakyat pemaaf,
yang bisa memaafkan,
siapa saja yang jantan maupun betina yang minta maaf,
maka mohonlah maaf
jika engkau tidak sampai di batas akhir ujianmu
karena rakyat telah berpeluh keringat
membiayai masa-masa ujianmu
dan yakinlah mereka akan memaafkanmu
lalu melupakanmu,
karena negeri ini juga berisi banyak pelupa sejarah
Dan maafkanlah serta lupakanlah pula,
yang tidak suka kamu, yang menjilat kamu,
yang loyal padamu, yang menunggu hasilmu
dan aku yang mengingatkanmu.

Sastrawan Batangan, 22 Oktober 2009
Di hari SBY melantik menteri-menteri kabinetnya

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Seandainya Aku Soekarno, Kulamar Engkau Kemarin Sore



Kisah
Soekarno yang gagah,
Soekarno yang heroik menggugah,
Soekarno yang menarik,

Soekarno yang hangat bercinta dengan berbagai wanita,
Soekarno yang disuka dan menghormati wanita,
Soekarno yang suka berterus terang kepada wanita,
Soekarno yang pernah kawin dengan seorang wanita manca,
dibaca oleh Sukarnoto,
bujangan, anak transmigran Jawa di Sumatera,
yang sedang sekolah di mancanegara.

Dan suatu saat,
ketika tertarik kepada teman sekolahnya,
seorang wanita asli mancanegara,
Sukarnoto menyatakan cintanya :

“Seandainya aku Soekarno,
kulamar engkau kemarin sore”,

dan wanita,
yang belum pernah membaca sejarah Soekarno,
sedikit cemberut lalu menjawab :

“Seandainya aku dirayu Soekarno
akan kujawab,
mohon maaf,
karena aku
hanya ingin dimiliki
dan
memiliki Soekarnoto,
orang yang memang kucinta.”

Sukarnoto, pengagum berat Soekarno,
lantas terdiam sejenak
lalu tersenyum syukur,
ternyata
ia bisa mencinta
tanpa bertepuk sebelah tangan
tanpa harus mengaku-aku Soekarno.

SastrawanBatangan, 2009-04-12\

Lebih Bijak Setelah SBY


Siapapun presiden sesudah SBY, seharusnya lebih bijak,
mestinya sudah belajar banyak
dari Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Mbak Mega dan SBY sendiri,
mestinya sudah tamat memelototi sejarah
Sriwijaya, Singasari, Majapahit, Aceh, Hasanuddin, Sultan Agung, dan masih banyak lagi deretan tokoh bumi Nusantara yang amat beragam ini,

bahkan
mestinya sudah pula usai menekuni
riwayat maju dan hancurnya bangsa-bangsa di dunia

Sriwijaya, Singasari, Majapahit adalah keberhasilan ekspansi sekaligus kegagalan membentuk kelestarian nasionalisme Indonesia
Aceh adalah kegagahan berjuang di utara sekaligus kegagalan dukungan selatan untuk melawan Portugis dan Belanda
Sultan Agung adalah keberhasilan pengerahan masa menyerbu Batavia sekaligus kekurangpintaran berstrategi perang
Hasanuddin adalah keheroismean Sulawesi yang menyebar ke Jawa, Maluku dan Nusatenggara sekaligus kekurangkompakan menghadapi pedagang Eropa bersenjata
Soekarno-Hatta adalah keberhasilan merdeka dan manuver bandul berimbang di arena global sekaligus rapuhnya negeri oleh pertikaian politik
Soeharto adalah keberhasilan strategi stabilitas untuk membangun sekaligus rusaknya moral oleh KKN diam-diam
Habibie adalah keberhasilan sejenak awal reformasi sekaligus sedihnya ahli waris para pejuang Timor Timur
Gus Dur adalah keberhasilan LSM dan kaum bersarung untuk tampil resmi memberi kontribusi sekaligus belum siapnya demokratisasi total
Mbak Mega adalah keberhasilan wong cilik sekaligus belum siapnya daerah berotonomi,
SBY-JK adalah keberhasilan duet pilihan langsung rakyat penyebab koruptor pusing tujuh keliling sekaligus masih mahalnya biaya berpilkada

Dan karena itu
siapapun presiden sesudah SBY, mestinya lebih bijak
dalam menggiring masa
agar bersatu, berdisiplin dalam semangat nasional
untuk merencana dan melaksanakan tindakan komprehensif yang tidak compang-camping
tanpa ada KKN,
tanpa ada de-demokratisasi,
tanpa ada sentralisasi,
tanpa ribut pemilu
tanpa mahal pilkada
tanpa harus bolak-balik mengganti papan nama kementerian
tanpa harus berantre panjang membeli kebutuhan dasar
tanpa harus memelototi si kaya agar peduli si miskin
tanpa harus menjadikan si miskin selalu menengadahkan tangannya kepada si kaya
karena presiden mampu
memberdayakan semua lapisan rakyatnya
si kaya memberdayakan dirinya
untuk memberdayakan si miskin
dan memang sulit
tapi itulah tantangan
bagi siapapun presiden negeri ini
sampai kapanpun

SastrawanBatangan, Maret 2009
http://sastrawanbatangan.blogspot.com
http://mariberposdaya.co.cc


Jinak-jinak Sikut Lembut-lembut Si Mata Hati


Alangkah tajam pena,
ketika mampir di surat kabar lalu mampu membikin gejolak masa,
alangkah tajam lidah
ketika tampil di silaturahmi lalu mampu mendiskreditkan orang
alangkah tajam sikut,
ketika bermodal keinginan lalu mampu menyenggol sana menyenggol sini
Alangkah tajam otak
ketika berbekal pendidikan lalu mampu mereka-reka peluang kriminal,

alangkah tajam kedipan mata
ketika bersandar kekuasaan lalu mampu membunuh dan mengkerdilkan lawan
alangkah tajam alat vital
ketika berbekal uang lalu mampu membeli birahi di banyak sudut negeri,
dan
alangkah tajam mata hati,
ketika berbasis panduan Sang Maha Pemberi Petunjuk,
lalu mampu
melembutkan goresan pena ,
menjinakkan lidah,
menstabilkan sikut
melunakkan mata,
membasuh otak,
menekuk alat vital,
lantas menjadikannya sinergi untuk lurus,
di jalan Sang Maha Pemberi Arahan

Sastrawan Batangan, 21 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 19 Oktober 2009

Ada Untung Ada Syukur Susilo Bambang Yudhoyono


Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
Betapa tidak,
hari ini dilantik lagi sebagai Presiden negeri ini;
negeri dengan manusia ramah lembut hati,
yang tidak gundah seperti kebanyakan manusia di negeri tempat lahir para nabi;

negeri yang diwarisi manusia dengan banyak perbedaan,
yang meskipun sering cerewet namun tetap akrab rukun dalam harmoni;
negeri yang telah diwarisi sendi-sendi perikehidupan sosial religius Pancasila,
yang meski sering adu mulut namun tetap merekat tali silaturahmi;
negeri yang telah diukir dengan ribuan sejarah dan legenda perjuangan heroik,
yang menjadi referensi agar tidak mengulangi perilaku buruk masa lalu;
negeri yang telah berhasil menetapkan jabatan presiden tak boleh lebih 2 kali,
yang kalau kelamaan akan cenderung menyakitkan jiwa dan raga rakyatnya
negeri yang subur dengan sumber-sumber alam yang lebih dari cukup,
namun suka batuk dan bergoyang agar penghuninya tahu diri tidak sekehendak hati;
negeri yang menyediakan banyak orang energik dan orang pintar,
yang siap rajin kerja, siap tidak korupsi, asalkan ada ketegasan dan teladan dari atasnya

Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
tidak mendapat kesulitan seperti sulitnya pemimpin-pemimpin terdahulu,
karena sumber sumber kejayaan telah distabilkan olehNya,
Susilo Bambang Yudhoyono sungguh untung,
sehingga mau tidak mau mestinya bersyukur.
Dan karena syukur itu harus punya bukti.
Maka Susilo Bambang Yudhoyono,
di jabatan kedua presiden mulai hari ini,
tentunya berikrar dalam hati,
akan lebih mengesampingkan kepentingan diri, keluarga, partai dan orang dekatnya
tentunya bersumpah pula dalam hati,
akan berbuat jauh lebih baik daripada lima tahun yang lalunya
buat negeri ini.

Sastrawan Batangan, 20 Oktober 2009
Di hari Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai Presiden RI Untuk Kedua Kalinya

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Sederet Potret Kabinet


Jika keacuhan tentang negeri ini masih ada,
siapa sih yang tak mengharapkan,
negeri ini aman-damai, negeri ini makmur, negeri ini sentosa,
buat dirinya, buat bangsanya, buat keturunannya.

Dan karena itu,
semua yang acuh mestinya berharap,
siapa saja presiden negeri ini
siapa saja yang duduk di kabinet membantu presiden negeri ini
adalah orang yang terbaik,
yang mampu mengatur semua urusan,
mulai dari lubang jalan sampai kereta api yang kini masih jauh dari nyaman
mulai dari anak jalanan, bayi kurang gizi sampai jompo kleleran.
mulai dari usaha super kecil sampai bisnis trilyunan
mulai dari preman pinggir jalan sampai koruptor kelas milyaran
mulai dari pendidikan balita sampai pelatihan siap kerja
mulai dari pulau terpencil minus pendapatan sampai kota besar yang gemuk iklan
mulai dari tuntutan otonomi daerah sampai hubungan antar negara,
mulai dari yang senang membuat teror sampai politikus yang suka ambil kesempatan
mulai dari hajad rakyat yang paling kecil sampai keinginan orang besar.

Hanya saja apakah yang terbaik bisa disinergikan ?
Hanya saja apakah yang terbaik sesuai dengan lingkungan ?
Hanya saja apakah yang terbaik bisa memberikan yang terbaik?

Jika keacuhan tentang negeri ini masih ada,
siapa sih yang tak mengharapkan,
negeri ini dapat cepat mencapai cita-citanya,
dan karena itu,
semua yang acuh mestinya berharap,
yang terbaik bisa sinergi,
yang terbaik bisa sesuai dengan lingkungan,
yang terbaik bisa memberikan yang terbaik,
buat mana lagi kalau bukan untuk negeri sendiri.

Sastrawan Batangan, 19 Oktober 2009
Menyambut datangnya presiden, wakil presiden dan para menteri baru negeri ini

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Minggu, 18 Oktober 2009

Sungguh Kasihan Sungguh Manja Negeri Ini


Negeri ini sarat persoalan kecil
yang menjadi besar,
ketika knalpot bising yang bisa dihimbaukan orang tua,
diminta jadi urusan negara
ketika urusan displin turun naik angkot di sebarang tempat
dihibahkan jadi urusan negara

ketika urusan disiplin berhenti di lampu lalu lintas
diserahkan jadi pekerjaan negara
ketika kelaparan dan kurang gizi tetangga,
tidak segera ditangani tapi dilemparkan kepada negara,
ketika kurang gizi yang bisa digotong bersama,
tidak segera diakali tapi dilimpahkan kepada negara
ketika urusan kecil-kecil lain yang bisa diurus bersama,
dibebankan kepada negara.
Dan karena banyak sekali persoalan kecil dilemparkan pada negara
Maka persoalan kecil menjadi persoalan besar,
Dan saking banyaknya persoalan kecil menjadi persoalan besar,
penyelesaian persoalan yang sungguh amat besar menjadi tertunda

Dan sungguh kasihan para punggawa yang mengurus negeri ini,
dibebani persoalan-persoalan kecil yang menjadi besar,
yang tak kunjung selesai,
karena memakai pendekatan persoalan besar
mengabaikan pendekatan persoalan kecil,
yang lalu mengurangi energinya
menyelesaikan persoalan yang sungguh amat besar

Dan sungguh manja rakyat negeri ini,
ketika hanya berbicara persoalan besar,
mengabaikan persoalan kecil
tak sadar, tak merasa,
telah menunda penyelesaian persoalan yang sungguh amat besar

Sastrawan Batangan, 19 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Kabar Selingkuh Bulan Ramadhan


Memang sungguh-sungguh setan tak mau dunia tenteram,
meskipun di bulan ramadhan,
dan karena itu,
dia tak mau mendekam diam,
karena jika mengeram diam dan jagad ini tenteram,
dia tidak ada pekerjaan,

dan itu mengingkari permintaannya sendiri
kepada Tuhan yang telah menciptakannya
.
Maka tersebutlah buah karya setan semesta alam
tertayang dalam kisah selingkuh selebriti,
mewakili sedemikian banyak kisah manusia sejak dulu,
yang enggan kerutinan,
yang sering bosan hidangan halal
sehingga bersayang-sayang di kegelapan,
berpapa-mama di keremangan
berkuda-kudaan di luar formal-legal.

Itulah sukses kerja setan
yang pernah membujuk Bapak Adam, menggoda Ibu Hawa
menyelingkuhi perintah Tuhan Semesta Alam

Diangkat Dari Kisah Selebriti Anang-Krisdayanti & Hikmah QS 38:75-84,
Sastrawan Batangan, 18 September 2009


Sabtu, 17 Oktober 2009

Di Menit-Menit Mata Terbuka


Sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,

entah berapa
semut, nyamuk, kecoa, tikus, ayam, kambing,
sapi, ikan, burung dan masih banyak lagi
tiap hari nyawanya melayang
entah diinjak, ditepuk, diburu, ditembak, dipancing, disate,
dipanggang, digoreng, dibakar
oleh tangan, oleh kaki
milikku milikmu
dan atau oleh tangan dan kaki orang lain
untuk memenuhi hajadku, hajadmu

Sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,
entah berapa
hamba sahaya, bawahan, tetangga, teman, keluarga,
saudara dan masih banyak lagi
tiap hari tersakiti,
entah dimarahi, diomongi, dihina, disombongi, dikurangi haknya dan entah diapakan lagi
oleh ulahku, oleh ulahmu
dan atau oleh ulah orang lain
untukku, untukmu

Untung Sang Pencipta Nyawa,
tak langsung minta nyawa dibalas nyawa,
tak langsung minta menyakiti dibalas disakiti
sehingga Dia tidak mencipta raksasa
untuk menginjak, menepuk, memburu, menembak, memancing, menyate,
memanggang, menggoreng, membakar,
menyakiti, menyinggung, memarginalkan, dan menganiaya,
dirimu, diriku.

Dia hanya sekali-kali
Dia hanya sedikit-sedikit
menggoyangkan bumi,
menggelontorkan banjir,
meniupkan topan,
menyengatkan petir
membatuk-batukkan gunung api
menyiramkan tsunami,
memanjangkan musim kering,
mendatangkan orang marah, orang sombong, orang yang mengurangi hak orang

Saat kebebalan telah bisa dibongkar,
tidak ada yang lain selain memohon tobat untuk tidak kumat
karena di menit-menit matamu, di detik-detik mataku, terbuka,
sengaja atau tidak,
sadar atau tidak,
terpaksa atau tidak,
pakai asmaNya atau tidak,
entah berapa nyawa melayang terbang, entah berapa jiwa tersakiti.
olehmu, olehku
dan atau
oleh orang lain
untukmu, untukku

Sastrawan Batangan, 18 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tidak


Memang benar bahwa “tidak” itu sukar,
ketika yang sangat menyayangi,
harus memenuhi permintaan yang amat disayangi

ketika yang sangat menakuti,
harus memenuhi permintaan yang amat ditakuti

Memang benar bahwa “tidak” yang lembut itu gampang,
ketika kasih sayang sudah diukir dalam hati.
Memang benar bahwa “tidak” nan manis itu gampang,
ketika ketrampilan diplomasi sudah dipahat dalam bibir.
Memang benar bahwa “tidak” nan suci itu gampang,
ketika menyampaikan “tidak” tanpa kentara sudah meresap dalam sel-sel tubuh.
Memang benar bahwa “tidak” nan bijak itu gampang,
ketika akal yang bersimbiose dengan petunjuk Sang Maha sudah disolder dalam benak.

Memang benar bahwa “tidak itu” sukar
dan
memang benar bahwa “tidak” itu gampang.

Sastrawan Batangan, 17 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Jumat, 16 Oktober 2009

Idealisme Badut


Sang bapak penuh semangat memberi nasehat anaknya :

Idealisme tak boleh ditukar
dan karena itu
Pattimura, Imam Bonjol dan sebangsanya rela mengangkat senjata melawan koloniaL.
Idealisme tak boleh dibeli,
dan karena itu
Soekarno, Hatta dan kawan-kawannya dengan tegar hati mau dipenjara.
Idealisme nasional-sosial religius tak boleh lapuk dan harus selalu tergetar
dan karena itu
panji-panji pemersatu mesti selalu dijaga dan dikumandangkan
agar insan Indonesia selalu sadar dan mau berbhineka tunggal ika
lalu bersinergi mengatasi kemiskinan dan kebodohan bangsanya
tidak hanya di lingkungan besar saja
namun juga di lingkungan kecil RT, RW dan desanya
Idealisme tak boleh dikangkangi hawa nafsu
dan karena itu
harus selalu diberi akal,
agar tidak berwajah sangar, merusak dan bertindak brutal”

Sang anak, yang khidmat mendengarkan, tersentak
ketika sang bapak menghentikan kata-katanya,
lalu memakai topeng badut, menari-nari,
sesekali menunggingkan pantatnya,
sesekali menjulurkan lidahnya,
sesekali mengepalkan tinjunya.

Sang anak bilang bapaknya lucu
dan
bertanya apa hubungan idealisme dengan badut.

Sang bapak menjelaskan kepada anaknya :

“Idealisme itu perlu dilakukan di balik topeng,
sambil berlagak lucu seperti badut.
Hanya dengan itu
idealisme tidak bertabrakan
yang lantas
memakan korban”

SastrawanBatangan,
Cibinong, 10 November 1996/Maret 2009

Medan Bakti Kangmas Bupati (2)


“Dengan segala hormat kangmas bupati,

sudah kuterka di zaman reformasi ini,
betapa sulit kangmas menghadapi para anggota dewan yang mengatasnamakan “seluruh” rakyat,
tidak semudah di zaman embah Soeharto dulu wakil rakyat setuju-setuju saja,

sudah kuduga di zaman remuk-redam sisa masa lalu ini,
betapa sulit kangmas memberdayakan birokrat yang jumlahnya sudah menggelembung kebanyakan,
tidak segampang di zaman orde baru yang demi stabilitas semua peraturan menjadi manjur

sudah kutebak di zaman semrawut tanpa disiplin ini
betapa sulit kangmas meredam rakyat yang gampang protes, turun ke jalan
dan bahkan membakar apa saja,
tidak seenak dulu ketika dengan sekali tunjuk mereka ditangkap dan kalau perlu disukabumikan

maka kangmas bupati, sabarlah,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
belilah sezak semen dan tamballah sebuah lubang menganga di jalan raya tak jauh dari kantormu
terlalu lama rakyatmu menunggu anggaran turun
terlalu lama rakyatmu menunggu pembenahan sistem manajemen birokrasi
terlalu lama rakyatmu menunggu terciptanya sistem manajemen partisipasi
hanya untuk menambal sebuah lubang pencabut nyawa
meski di dekat situ banyak toko penjual semen dan bahan bangunan

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
suruhlah para kepala dinas/ biro/ seksi, camat dan seluruh pegawaimu
mengumpulkan data jompo miskin yang benar-benar jompo miskin,
bocah dan orang melarat yang benar-benar bocah dan orang melarat,
(sebab betapa rusaknya pendataan di negeri kita ini)
lalu suruhlah aparat kangmas berpatungan
dan belikan mereka yang miskin dan melarat itu beras dan kacang ijo,
terlalu lama rakyatmu menunggu sistem penanganan masalah sosial
terbentuk dan terimplementasi di negeri ini,
sementara makin banyak saja dana terserap untuk banjir, gempa, kebakaran
dan persoalan dadakan lainnya, yang akan makin terus datang
menyebabkan masalah kemiskinan menahun di depan mata lolos dan lewat begitu saja

hanya dengan itulah kangmas bupati,
kangmas tidak usah susah-susah,
kangmas tidak usah sulit-sulit,
agar kangmas tidak pusing lagi,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang,
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta yang kalau bisa itu satu-satunya.

(tertanda Arief Adikusuma)”

Pak bupati melipat dan menyimpan surat adiknya, Arief Adikusuma, guru SD di daerah transmigrasi, yang kemarin berlebaran ke jawa dan untuk itu rela menghabiskan tabungan setahunnya.

SastrawanBatangan,
(Cibinong, Maret 2009)

Catatan :
1) Diilhami oleh tidak praktisnya sistem manajemen birokrasi, sistem perwakilan/pengawasan rakyat dan
rakyat yang masa bodoh, sehingga :
a) kalau ada jalan satu lubang saja tidak langsung ditambal, menunggu lama,
b) ada 4 juta balita miskin di Indonesia di mana 700-an ribu bergizi buruk dan kemampuan pemerintah
untuk menanganinya per November 2008 hanya 39 ribu balita gizi buruk saja
2) Doa buat almarhum kawanku Ir M Ibnu Rubianto yang begitu pendek menjadi Bupati Malang.

Baginda Amplop


Ketika zaman edan berangsur hilang,
maka Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan,
tersenyum senang,
karena amplop
tidak lagi jadi panglima
bukan lagi jadi raja penentu segalanya,
sebab undang-undang anti amplop tegas menyatakan:

“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali yang mengkoleksi amplop bekas
sebatas untuk kenangan masa lalu"

Dan karena amplop tidak ada lagi,
maka narkoba lewat amplop beringsut pergi,
maka lembaran uang suap atau cek berbau pungli tidak berseliweran lagi
rakyat senang, pengusaha senang, parlemen senang, PBB senang,
tetapi di balik itu,
para penyusun undang-undang kelupaan,
bahwa ada yang menderita,
yaitu cinta,
yang tetap dan selalu perlu amplop
agar rayuan gombal tidak dibaca oleh pak pos atau siapapun,

Karena zaman edan sudah lenyap,
demokrasipun tanpa takut-takut mengalir lancar
lewat wakil rakyat di parlemen,
remaja minta undang-undang diamandemen.

Maka akhirnya,
undang-undang anti amplop berhasil direvisi menjadi berbunyi:
“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali untuk keperluan cinta”

Remaja senang, rakyat senang, pengusaha senang,iparlemen senang, birokrat senang,
investor senang, semua senang, apalagi pabrik produsen dan para penjual amplop.
Dan karena semuanya senang, tak ada yang disakitkan, tak ada dendam,
maka tersenyum senang pula Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan.


SastrawanBatangan, 21 Maret 2009

Sanghyang Siksakandang Karesian (2)


Terima kasih buat Prabu Wastu Kancana,
yang memerintah negeri Sunda-Galuh 1371-1475 M,
yang namanya terpahat di mana-mana namun banyak yang tidak tahu siapa kamu
yang tidak mau enak-enakan menjadi raja,

yang tidak mau sekadar duduk di atas singasana,
yang tidak malas dan lupa menulis buat anak cucunya,
dan karena itu semua, terpahatlah pesanmu “Sanghyang Siksakandang Karesian” :

“Teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu, pepet byakta warta manah, mana kreta na bwana, mana hayu ikang jagat kena twah ning janma kapahayu.
Kite keh, sang pandita pageuh di kapanditaanna, kreta; sang wiku pageuh di kawikuanna, kreta; sang manguyu pageuh di kamanguyuanna, kreta; sang paliken pageuh di kapalikenna, kreta; sang ameng pageuh di kaamenganna, kreta; sang wasi pageuh di kawasianna, kreta; sang ebon pageuh di kaebonna, kreta; maka nguni sang walka pageuh di kawalkaanna, kreta; sang wong tani pageuh di katanianna, kreta; sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta; sang gusti pageuh di kagustianna, kreta; sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta; sang masang pageuh di kamasanganna, kreta; sang bujangga pageuh di kabujanggaanna, kreta; sang tarahan pageuh di katarahanna, kreta; sang disi pageuh di kadisianna, kreta; sang rama pageuh di karamaanna, kreta; sang prebu pageuh di kaprebuaanna, kreta.
Nguni sang pandita kalawan sang dawara tu pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul kulon weta sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh”.

(Teguhkan, kukuhkan batas-batas kebenaran,
penuhkan kenyataan niat baik dalam jiwa, maka akan sejahteralah dunia,
maka akan sentosalah jagat ini sebab perbuatan manusia yang penuh kebajikan.
Demikian hendaknya,
bila pendita teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejahtera;
bila wiku teguh dalam tugasnya sebagai wiku, akan sejahtera;
bila manguyu teguh dalam tugasnya sebagai ahli gamelan, akan sejahtera;
bila paliken teguh dalam tugasnya sebagai ahli seni rupa, akan sejahtera;
bila ameng teguh dalam tugasnya sebagai pelayan biara, akan sejahtera;
bila wasi teguh dalam tugasnya sebagai santi, akan sejahtera;
bila ebon teguh dalam tugasnya sebagai biarawati, akan sejahtera;
bila walka teguh dalam tugasnya sebagai pertapa yang berpakaian kulit kayu, akan sejahtera; bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani, akan sejahtera;
bila euwah teguh dalam tugasnya sebagai penunggu ladang, akan sejahtera;
bila gusti teguh dalam tugasnya sebagai pemilik tanah, akan sejahtera;
bila menteri teguh dalam tugasnya sebagai menteri, akan sejahtera;
bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat, akan sejahtera;
bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka, akan sejahtera;
bila tarahan teguh dalam tugasnya sebagai penambang penyeberangan, akan sejahtera;
bila disi teguh dalam tugasnya sebagai ahli obat dan peramal, akan sejahtera;
bila rama teguh dalam tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejahtera;
bila raja teguh dalam tugasnya sebagai penguasa, akan sejahtera;
Demikian seharusnya,
pendeta dan raja harus teguh membina kesejahteraan di dunia,
maka akan sejahteralah di utara selatan barat dan timur,
di seluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit,
sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia).

Terima kasih buat Prabu Wastu Kancana,
yang lahir 1348 M,
karena “Sanghyang Siksakandang Karesian”mu itu terbukti nyata,
bahwa mana mungkin negeri sentosa,
jika sebagian besar masyarakat tidak malu-malu dan masa bodoh
menukar komitmen profesinya dengan harta, tahta dan wanita.

Maret 2009
Sastrawan Batangan

Mas Kojur Menggadai Jujur


Mas Kojur,
sejak lama ikut nasehat agar tak mudah tergiur,
dunia gemerlap di selatan, utara, barat dan timur.
dan karena jujur,
mas Kojur seakan tak peduli urusan dapur,

yang suka berteriak, belum cukup lauk dan sayur.
dan karena jujur,
mas Kojur seakan tak peduli sering terbentur,
kiri-kanan yang lebih mengedepankan hidup makmur.

Berkali-kali anak dan isteri mas Kojur sambat,
bahwa mereka terlalu melarat,
dibandingkan sekelilingnya yang aduhai hebat.
Tetapi mas Kojur tetap bersikukuh tidak mau khianat
pada wasiat luhur karena takut kualat.

Karena kurang uang,
maka isterinya menjadi makin sering berang
cumbu sayang terasa hilang diganti meradang,
mas Kojur pun jatuh cinta pada perempuan lajang
yang mau melipur laranya sampai ke sumsum tulang
dan mas Kojurpun kawin tanpa bilang-bilang
dan jadilah dia mabuk kepayang.

Waktu berganti, tempo berlalu
mas Kojurpun sadar bahwa dapurnya tidak lagi satu,
yang harus dijaga berkebul setiap waktu.
dan terpaksa, mas Kojurpun menggadaikan sang jujur,
yang telah dipupuknya sepanjang umur.
dan
semuanya memang berbalik karena berubah menjadi makmur.
isteri pertama senang,
yang bukan berarti berangnya lalu hilang
isteri keduanya juga riang,
mana ada perempuan tak mau hidup senang
dan makin terbuailah mas Kojur ke awang-awang.

Namun akhirnya anak dan isterinya menangis
ketika mas Kojur diborgol masuk penjara sembari meringis,
sementara tetangga dan kawannya hanya senyum sinis
saat palu diketuk tanda resmi vonis,

Lantas di sisa umur, setelah keluar dari penjara,
mas Kojur menulis untuk anak-cucunya :
“janganlah karena jujur lantas terbentur”,
“janganlah takabur karena jujur”
“janganlah urusan dapur dan nafsu mengalahkan jujur”
dan
“janganlah kaya karena tidak jujur”

sastrawanbatangan, april 2009
http://sastrawanbatangan.blogspot.com

Dagelan Insinyur


Tahun duaribu lebih sekian,
kawanku, seorang insinyur lulusan universitas yang kondang,
hanya tertawa kecil namun girang,
ketika ditanya mengapa berpolitik, apakah ia sudah cukup uang,

padahal dulu selama Presiden Soeharto belum tumbang,
asyiklah dia, sibuklah dia, mengejar proyek penghasil uang.

Kawanku, seorang insinyur lulusan universitas yang kondang,
hanya menjawab sederhana dan gamblang,
bahwa sebelum ini ia hanya sekadar menonton para badut dimainkan dalang,
di parlemen yang ditabukan berbicara sumbang,
dan kini, ia ingin merasakan bagaimana sih menjadi badut yang ditonton orang,
mumpung bicara lantang belum dilarang.

Dan benar,
kawanku, seorang insinyur lulusan universitas yang kondang
yang kemudian terpilih, harus mengumbar tawa dan senyum riang
walaupun badan sedang meriang
menjawab pertanyaan wartawan yang bergerombol datang
menjawab rombongan demonstran yang sering tanpa sungkan bicara lantang

Tahun duaribu lebih sekian,
kawanku, seorang insinyur lulusan universitas yang kondang,
hanya tersenyum kecut namun kemudian tertawa terkekeh-kekeh panjang,
ketika ditanya mengapa ia mundur dari parlemen yang kini galaknya bukan kepalang
ia menjawab singkat bahwa partainya menyuruhnya hengkang
karena dua kali tertidur di bangku sidang
kali pertama saat rekan-rekannya bersilat lidah berpanjang-panjang,
hanya untuk menyepakati sebuah kalimat di antara ribuan kalimat calon undang-undang,
kali kedua saat teman-temannya berdebat dengan urat otot yang meregang
hanya untuk memilih sebuah nama calon direktur BUMN yang basah beruang

Tahun duaribu lebih sekian,
kawanku, seorang insinyur lulusan universitas yang kondang,
dengan wajah sumringah, kembali asyik sibuk mengejar proyek penghasil uang,
dengan daftar relasi penting yang makin bertambah panjang,
yang tiap saat bisa terhubung tanpa protokoler panjang
lumayan, kata dia, itulah hasil menjadi badut di negeri yang belum berhenti bergoyang.

2009-04-28
Sastrawan Batangan

Sarung Bolong Dari Kampung Bojong


Dari arah kampung Bojong,
berjingkat-jingkat ia berjalan di pagi buta,
kala orang tidur dengan sebagian mulutnya ternganga,
mengendap-endap ia masuk ke halaman rumah itu,

ditebarnya pandangan ke seluruh sudut rumah,
waspada,
siapa tahu ada yang melihatnya.
Aman, tak ada yang melihat.

Ia lalu melipat sarung bolongnya,
ia lalu menutup sebagian wajah dengan sarungnya,
ia lalu memastikan langkahnya,
ia lalu mematangkan geraknya,
dan iapun lalu mendongkel jendela dapur.
Berhasil dan masuk.

Di dapur,
ia umak-umik berdoa,
doa khusuk seperti orang mau berangkat perang,
“Bukankah ini untuk menafkahi anak isteriku ?”
“Lho mengapa koq dengan cara seperti ini ?”
“Habis mau apalagi lha wong tak punya apa-apa”
“Tanah tak punya, keterampilan tak ada, modal tak ada”
“Yang ada adalah keberanian”
“Yang ada adalah orang yang teledor sehingga rumahnya bisa dimasuki”

Doanya didengar oleh Tuhan,
si empunya rumah bangun,
si pencuri terkejut,
si empunya rumah juga terkejut hendak berteriak,
si pencuri tersenyum,
si empunya rumah juga tersenyum tak jadi berteriak,
si empunya rumah mengurut dada maklum,
terjadilah dialog lima kalimat tentang arti hidup,
si pencuri mengangguk-angguk.
Sang pencuri diberi hadiah sekarung beras,
seekor ayam hidup plus uang sepuluh ribu,
dengan janji ia boleh kembali untuk bekerja di tempat itu
kapan saja ia mau.

Sejak itu tak ada lagi sarung bolong di tengah malam,
yang umak-umik berdoa di dapur.
Di kampung itu telah berkurang kemiskinan sebuah keluarga,
karena telah terbuka satu lapangan kerja.

Cibinong, 10 November 1996/ Selasa, 10 Maret 2009
SastrawanBatangan

http://puisiposdaya.blogspot.com

Bilanglah Kalau Itu PunyaNya Katakanlah Kalau Itu MauNya :


Gempa, tsunami, dan bencana semacamnya, siapa suka?
Tidak suka karena dia merasa punya,
jiwa dia, harta dia.
yang benar-benar sangat dia cinta,
yang sungguh-sungguh amat dia bela

Lalu kalau dia tidak suka,
gempa, tsunami dan bencana semacamnya,
siapa punya ?
Dalam khawatir dan sedih,
dalam yakin dan teguh,
akan terjawab,
Sang Mahalah yang punya
Sang Mahalah yang mau.

Maka suka atau tidak suka,
kalau ada yang punya, lalu yang punya mau,
dan semua kena, semua merasa,
lalu bisa bilang apa lagi
yang merasa punya jiwa
yang merasa punya harta,
yang benar-benar sangat dia cinta
yang sungguh-sungguh amat dia bela.


Merenungi firman-firmanNya di beberapa alkitab,
(di antaranya di QS 23:115, 21:16. 52:77, 19:71-72, 29:1-3, 39:56-59, dll)

Jalak Harupat, Bogor, 16 Oktober 2009

Sastrawan Batangan

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Dihilirmudiki Fakta Dimunculi Berita


“Anakku, yang kucinta,
tidak semua fakta yang kau temukan perlu kamu jadikan berita,
yang dengan serta merta
engkau kabarkan kepada siapa saja,

karena bisa menggelegakkan nafsu,
membangkitkan cemburu,
membakar amarah
yang akhirnya merusakkan yang ada”

“Sebaliknya bapakku, apakah tak semua berita adalah fakta ?”

“Betul anakku, tak semua berita adalah fakta,
karena
fakta besar bisa menjadi berita kecil, fakta kecil bisa menjadi berita besar,
fakta benar bisa menjadi berita buruk, fakta buruk bisa dijadikan benar
tergantung kacamata yang membuat,
tergantung yang menyuruh,
tergantung yang membayar,
dan karena itu, anakku,
mintalah tolonglah dari Sang Maha Sumber Pencipta Fakta dan Berita
agar diberi waspada
saat memahami tanda-tanda, saat membaca warta,”

”Lebih dari itu anakku, yang kucinta,
dirimu telah dewasa,
dan dewasa itu adalah sebutan
bagi yang selalu mau melihat, mendengarkan, membaui dan merasakan fakta,
dan mengemasnya menjadi berita,
yang membuat spirit makin melangit,
yang membuat lesu menjadi tegar
yang membuat sengketa menjadi rukun
yang membuat cemberut menjadi senyum
yang membuat marah menjadi memaafkan
yang membuat was-was menjadi teguh yakin
yang membuat khawatir menjadi tenteram
yang membuat sedih menjadi segar ceria

“Maaf bapakku,
baru saja kumis dan jenggot bapak,
yang bapak elus-elus sewaktu berbicara denganku,
telah copot beberapa helai,
tentu itu bukan berita untuk ibu walaupun itu fakta”

“Benar-benar engkau sudah dewasa anakku,
tak sia-sia aku dan kamu sekarang berbicara,
sebab buat apa kumis dan jenggot bapak yang copot.
walau itu fakta,
engkau jadikan berita buat ibumu,
yang ibumu tunggu adalah berita
adakah jamu yang membuat otot bapakmu yang sudah tua
bisa menjadi sekuat gatotkaca”

Sang anak tersenyum, lalu bangkit, lantas pamit.
Hari itu ia ulang tahun
hari itu ia diwisuda bapaknya,
meninggalkan masa remaja,
memasuki dunia dewasa,
yang dihilirmudiki fakta
yang dikerumuni berita

Sastrawan Batangan, 15 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 14 Oktober 2009

Kebacut Kepincut Lalu Kecut Kecut Cemberut


Siapapun pernah kepincut,
sekali, dua kali atau berkali-kali,
kecuali mata dibutakan sendiri,

kecuali telinga ditulikan sendiri,
kecuali hidung disumbat sendiri,
kecuali rasa dibebalkan sendiri.

Siapapun pernah kepincut
sekali, dua kali atau berkali-kali,
ketika jantan bertemu dengan betina
ketika penyanjung bertemu dengan yang ditakjubi
ketika yang biasa membeli mahal bertemu dengan yang menjual murah
ketika yang biasa mengumbar bertemu dengan yang suka menyediakan.
ketika yang punya cita-cita bertemu dengan yang bercita-cita sama
ketika yang mencari bertemu dengan yang dicari

Dan kalau sudah kebacut kepincut,
maka
ada merana ada gembira
ada sedih ada senang,
ada biasa ada luar biasa
ada teror ada pahlawan
ada mati ada hidup,
ada sombong ada santun
ada keras ada bijaksana

Dan kalau makna kepincut sudah datang mengikut,
meski pernah, hampir atau tidak jadi kebacut,
maka
ada yang gelak-gelak tertawa
ada yang malu-malu tersenyum
ada yang tenang-tenang bersyukur
ada yang kecut-kecut cemberut

Sastrawan Batangan, Bogor, 14 Oktober 2009,

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Maaf, Mas Kabul Sudah Kehilangan Lucu


Sang Maha Pencipta,
yang bisa mencipta humor dan lucu,
yang bisa mencipta mulut agar bisa tertawa sendiri dan terpingkal masal,

sudah lama menghadirkan mas Kabul Tesi,
untuk menghibur yang penat, capek, sedih dan susah,
agar kembali segar, ceria dan tidak cemberut
tetapi
Sang Maha Pencipta yang adil
yang tidak membiarkan orang terus pintar sendirian,
yang tidak membiarkan orang terus kaya sendirian,
yang tidak membiarkan orang terus lucu sendirian,
yang tidak membiarkan orang terus top sendirian,
telah membuat Mas Kabul Tesi sudah tak lucu lagi,
karena sudah terlalu kenyang ditanggap,
lalu banyolannya itu-itu saja
dan
Sang Maha Pencipta
yang suka membagi-bagikan keadilan,
lalu membagi-bagi kelucuan,
bukan hanya untuk Bagio, Ateng, Iskak, Tarzan,
Marwoto dan Kabul Tesi,
tetapi untuk yang baru muncul,
yang kodrat hidupnya melucu,

Patah tumbuh hilang berganti,
patah lucu tumbuh kesal,
hilang banyolan berganti sebal,
patah srimulat, tumbuh ketoprak humor,
hilang ngelaba, muncul extravaganza.
dan nanti
lenyap bukan empat mata, entah muncul apa lagi

Amboi….
benar-benar Sesembahanmu Sesembahanku itu
suka membagi-bagikan keadilan,
agar orang
tidak merasa lucu sendiri,
tidak merasa kaya sendiri,
tidak merasa pintar sendiri,
tidak merasa sakti sendiri,
tidak merasa hebat sendiri,
tidak merasa top sendiri
tidak merasa kuasa sendiri,
yang lalu mengulangi kisah Firaun.

Sastrawan Batangan, 12 Oktober 2009
(Diilhami oleh kelucuan yang lama –lama surut sewaktu nonton berbagai guyonan rutin di tivi)

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rapat (2)


Rapat dan rapat
sudah menjadi milik masyarakat bisnis sejagat,
dan karena rapat,
banyak solusi masalah bisa didapat,
banyak biaya bisa dihemat
banyak hal sepele menjadi bermanfaat

banyak prasasti hasil pengembangan bisnis bisa dipahat,
banyak bisnis kecil berkembang menjadi konglomerat.
Rapat dan rapat,
tidak hanya di bisnis saja bisa dilihat,
di mana-mana banyak diadakan umat,
dan karena rapat,
banyak masalah RT RW selesai dengan suara bulat,
banyak negara tertolong dari kelaparan yang sangat,
banyak korban bencana dan perang nyawanya tak jadi minggat,
banyak insan sakit epidemi menjadi sehat,
banyak korban TBC tak lagi kumat,
banyak anak kecil ringkih kurang gizi menjadi kuat,
banyak orang miskin yang hampir buta karena katarak menjadi bisa melihat,
banyak rakyat terhindar dari kekejaman aparat.
banyak kasus ketidakadilan bisa digugat,

Rapat dan rapat,
memang bisa menjadi mubazir dan menyebabkan mudarat
bila hanya menghadirkan caci dan umpat,
yang membuat orang enggan mendekat ikut rapat.

Rapat dan rapat memang sudah lama menjadi milik umat sejagad,
sejak Sang Maha Pencipta Dunia Akhirat memberikan maklumat
bahwa persoalan bersama perlu dipecahkan dengan mufakat.

Sastrawan Batangan, 3 November 1996/7 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Sederet Baju Kumal Di Tali Jemuran


Sederet baju kumal di tali jemuran,
milik para kuli,
yang terayun-ayun disapa angin siang,

di lorong gedung jangkung yang masih belum selesai dibangun,
mengingatkan pada perjuangan para kuli,
yang namanya tak pernah tertulis di prasasti peresmian bangunan.

Sederet baju kumal di tali jemuran,
milik para kuli,
yang terayun-ayun disapa angin siang,
mengingatkan pula pada isteri dan anaknya yang tinggal di pedesaan,
yang sedang menunggu kepulangan sang kuli,
membawa upah kerja bangunan.

Sederet baju kumal di tali jemuran,
milik para kuli,
yang terayun-ayun disapa angin siang,
mengingatkan pula kepada sang kuli,
yang pulang kembali ke desanya
dengan badan tanpa nyawa,
tertimpa runtuhan bangunan,
yang baru separo mereka selesaikan

Sederet baju kumal di tali jemuran,
milik para kuli,
yang terayun-ayun disapa angin siang,
mengingatkan pula kepada perjuangan sang kuli,
yang sering diupah hanya sekadar umr
tapi diharapkan membuat bangunan,
yang kokoh kuat, tak runtuh oleh angin dan gempa

Sederet baju kumal di tali jemuran,
milik para kuli,
yang terayun-ayun disapa angin siang,
mengingatkan pula pada perilaku kebanyakan manusia,
yang sering banyak mengharap dan menuntut
tetapi hanya mau memberi sedikit

Sastrawan Batangan, Jakarta 1 November 1996/ 6 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Di Batas Tahu Di Garis Mengerti


Tak ada orang salah, pak,
ia begitu sebatas ia tahu,
ia begini sebatas ia mengerti,
kalau ia tahu, kalau ia mengerti,
bahwa ada yang lebih benar dan lebih baik
tidaklah ia seperti itu
yang merugikan dirinya
yang merugikan orang lain.
Jadi kalau bapak menyalahkan orang lain,
bapak juga tidak salah
karena bapak tahunya hanya sebatas itu,
karena bapak mengertinya hanya sebatas ini

Bapakpun perlu tahu
bahwa batas tahu, batas mengerti
selalu berubah dari waktu ke waktu,
seiring dengan datangnya pengetahuan,
tentang mana yang benar dan mana yang baik
karena itu
jangan heran dengan orang yang tak tahu malu
jangan marah dengan orang yang merasa benar dan sok tahu,
heranilah mengapa diri bapak tak tahu malu,
marahilah diri bapak sendiri mengapa diri bapak merasa selalu benar dan sok tahu.

Kalau bapak paham, bapak tahu dan bapak mau mengerti
bapak telah membuka batas tahu,
bapak telah mempreteli batas mengerti.
dan bapak menjadi lebih tahu
dari sebelumnya yang tidak tahu

Sastrawan Batangan, 5 Oktober 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Komat Kamit Pamit


Di perempatan jalan ketika matahari menyundul langit,
sembari menyapa dan berkomat-kamit
sembari sesekali meninggikan tumit,
meminta yang lewat memberi duwit,
lalu kalau dapat, walau sedikit,
ditengadahkanlah kepala ke atas, terima kasih kepada raja bumi dan langit,
Namun tak lebih dari semenit,
tak sempat berkelit,
tubuhnya terbang melejit,
diseruduk motor yang kencang seperti demit,
terjerembab, menggelepar sebentar tak lebih dari semenit,
lalu nyawanya terbang tanpa pamit.
Oh Pencipta Jagad, oh Pencipta Semesta,
kau jadikan jiwa siapa saja kembali padaMu tanpa duwit
lalu mengapa pelit ?

Sastrawan Batangan, 4 Oktober 2009

Lagu Jazz Tentang Hidup (2) :


Hidup bagi pengamen adalah saat uang receh diulurkan ke tangannya,
hidup bagi maniak bola adalah saat nonton Argentina versus Italia,
hidup bagi pemulung adalah saat bertemu barang berharga di bak sampah,

hidup bagi penikmat kuliner adalah saat makan kegemaran di resto kesukaan,
hidup bagi mahasiswa pas-pasan adalah datangnya kiriman uang akhir bulan
hidup adalah gelak tawa, lirik mesum, goyang pantat bagi yang suka itu,
hidup adalah mengkaji hidup, agama, ilmu, dan teknologi bagi yang suka itu,
dan
hidup memang terkadang
seperti si anak sapi rebutan pentil biangnya,
seperti si kuda jantan melirik si betina di sebelahnya,
seperti si babi memakan kotoran tanpa tengok kiri-kanan.
dan
hiduppun terkadang linglung, terkadang bingung,
ketika tanggal tua bagi orang yang bergaji pas-pasan,
ketika duwit dari kampung tak kunjung datang bagi mahasiswa,
ketika sang bapak kepergok dengan si madu gelapnya
ketika tokoh berpangkat tertangkap dituduh manipulasi.

Dan memang hidup
seperti grafik statistik,
naik turun, sedih susah, tertawa menangis
dan
karena itulah hidup sering didendangkan
lewat lagu, lewat tembang, lewat gitar, lewat gamelan,
lewat dangdut, lewat kroncong,
lewat apa saja yang bikin sang rasa tersentuh.

Dan hidup menurut Quran, Injil, Zabur, Taurat, Weda dan kitab sakral lainnya,
bermula ketika janin keluar dari rahim ibunda tercintanya,
yang tak pernah bercita-cita,
anaknya rusak, biadab, linglung dan bingung.

Sastrawan Batangan;
Darmaga, Bogor November 1978/Cibinong, 4 Oktober 2009.

Di Puncak Klimak


Panggung buat manusia ini ,
yang juga buatku dan buatmu,
memang meriah sungguh seru,
tak pernah sepi oleh bau mesiu, bau darah korban perang,

tak pernah kering oleh keringat orang-orang berkerah biru yang adu produktif
tak pernah sunyi dari tumpukan dokumen, konsep ruwet kaum kerah putih yang adu pintar,
yang seringkali juga beradu menipu,
tak pernah lepas dari protes kaum muda, kaum vokalis, terhadap kemapanan,
tak pernah diam dari tangis memelas orang-orang susah karena bencana
tak pernah istirahat dari tangis histeris orang-orang yang sedang didera depresi mental
tak pernah kehilangan senyum manis para cantik,
tak pernah lengang digoyang lenggak-lenggok si seksi,
tak pernah luput dari pecahnya ketuban tanda muncul generasi baru,
tak pernah lolos dari cekikikan dan batalnya air mani menjadi bayi,
tak pernah mengaso dari cekakan dan gelak tawa diserbu humor terprogram atau banyolan lepas,
dan klimaknya,
panggung buat manusia ini memang luas, meriah,
seru dan lagipula gerah dan panas buat yang merasa gerah dan panas,
namun,
panggung yang juga buatmu buatku itu,
terasa cerah, enak, hangat,
lembut dan sejuk
dengan memberi dan memberi
dengan memakelari dan menjembatani
dengan mendorong dan menganjurkan
bukan hanya menuntut,
bukan dengan meminta,
bukan dengan memaksa
bukan dengan berkonsep atau bicara saja

Sastrawan Batangan, 2 Desember 1995 / 4 Oktober 2009

Merangkai Sepele


Ada orang yang menyepelekan barang sepele
sehingga barang itu tetap saja sepele
hanya dipandang sebelah mata
dan akhirnya dibuang saja.

Ada orang yang menjadikan barang sepele bertele-tele
sehingga menjebak orang debat
berkepanjangan, membosankan
dan membuat sesuatu yang lebih besar luput dari kajian.

Ada orang yang menjadikan barang sepele
bisa dirangkai menjadi barang yang tak sepele
yang lalu bermanfaat bagi semua makhluk
di seluruh RT dan RW,
membuat ngeh,
membuat memble
orang kecil dan orang gede
yang terbiasa menyepelekan barang sepele

sastrawan batangan, 10 November 1996/3 Oktober 2009

Lupaku Lupamu Lupa Kita


Memang tak ada yang mau tak enak,
semua ingin kaya, semua ingin kuasa,
semua ingin pasangan ganteng atau cantik.
semua ingin punya itu punya ini.
dan lantas berebutlah untuk itu.
Lupa, mabuk.

Lalu kalau tak bisa,
ya, yang sedikit tak enakpun jadi,
dan
lantas berebutlah untuk itu.
Lupa, mabuk

Lalu kalau tak bisa lagi,
ya terpaksa, yang sangat tak enakpun mau.
jadi kulipun mau,
malingpun kalau terpaksa mungkin apa boleh buat.
agar bisa bertahan hidup,
agar tidak menjadi beban orang lain,
agar hajad dapat dipenuhi,
dan lantas berebutlah untuk itu.
Lupa, mabuk

Lupa, lupa dan lupa,
mabuk, mabuk dan mabuk,
sering datang kapan saja,
di mana saja,
kepada siapa saja
dan
karena lupa,
dan
karena mabuk,
dunia jadi gerah,
jagad jadi membara.

Mudah-mudahan aku dan kamu
tidak berebut, tidak lupa, tidak mabuk,
mudah-mudahan aku dan kamu,
diberi kekuatan untuk menganjurkan agar tidak berebut, tidak lupa dan tidak mabuk.
agar duniamu duniaku tidak gerah. jagad tidak membara.
agar duniamu duniaku jadi adem ayem makmur sejahtera

Sastrawan Batangan; 27 Mei 1995/ 3 Oktober 2009

Pas


Tidak mudah “pas” ketika harus memberi perut dengan makanan agar badan sehat dan produktif,
tidak mudah “pas” ketika harus mengajar anak agar kelak santun terhadap sesama hidup,

tidak mudah “pas” ketika berkata yang baik kepada isteri,
tidak mudah “pas” ketika harus menyampaikan yang bermakna kepada orang lain,

Dan karena tidak mudah “pas”,
badanpun menjadi sakit didesak gumpalan lemak,
jantungpun menjadi berdegup, dikerubut tumpukan depresi,
kawanpun menjadi musuh, karena persoalan duwit,
orang lainpun menjauh, karena kata-kata yang menyinggung,
anakpun menjadi binal, karena tidak ada kesempatan bicara tatakrama hidup,
suamipun menjadi mata keranjang, karena isterinya lupa menyediakan keranjang untuk matanya
dan yang lebih-lebih menjadikan sedih,
tak ada sinar petunjuk sedikitpun,
yang mampu menyadarkan diri sendiri
bahwa hidup itu perlu “pas”

Sastrawan Batangan, Jakarta 26 Oktober 1996/Bogor 28 September 2009.