Sabtu, 28 Maret 2009

Tak Ada Yang Gaib

tidak ada yang gaib semuanya ada di alam
tidak ada yang tidak logis semuanya ada di alam
jadi manakala aku tak tahu manakala itu tidak logis
itulah gaib
karena belum waktunya
untuk dijadikan tidak gaib
buatku dan atau buatmu

dan yang gaib itu ada di mana-mana
siap dikuakkan oleh siapa saja.
dan siapa yang menguakkannya,
dia berjasa
dialah yang ditunggu
untuk
mengikis kebodohan, memberantas kemiskinan, menciptakan lapangan kerja.

tak peduli itu karena
ia ambisi, ingin pujian, ingin jadi superior,
tak kenal hari tak kenal jam
sehingga
sakit, dipenjara, dikucilkan, dipermalukan,
kehilangan kepribadian karena jadi superstar,

tak peduli itu karena ikhlas
karena kewajiban sebagai pengelola alam semesta

namun
bukankah lebih baik
menguakkan kegaiban sehingga bermanfaat
dengan
kesadaran, keikhlasan sebagai khalifatullah,
tanpa ambisi atau ingin jadi superior
sehingga tidak
sakit, tidak dipenjara,
tidak dikucilkan tidak dipermalukan,
dan
tidak kehilangan kepribadian ?
mudah-mudahan itulah aku
semoga itulah kamu

29 Mei 1995/29 Maret 2009
sastrawan batangan

Minggu, 22 Maret 2009

Kebelet


Susah kalau sedang dipeluk kebelet,
lha wong namanya kebelet,
maka memang wajar kalau ada yang kebelet
lalu tanpa tengok kiri-kanan,
ia buru-buru pergi ke belakang.


Sulit kalau sedang diserbu kebelet,
lha wong namanya kebelet,
maka memang wajar kalau ada yang kebelet,
lalu tanpa hirau undang-undang, tanpa lihat etika,
tanpa kompromi anak-isteri, ia
bergelap-gelapan di tempat gelap,
bergelap-gelapan di tempat terang namun beralamat gelap,
bergelap-gelapan di tempat terang beralamat terang
namun berlindung dengan identitas gelap
di mana saja, kapan saja, apa saja yang tidak seluruhnya terang.

Susah kalau sedang diterpa kebelet,
lha wong namanya kebelet,
maka
kebelet punya lalu mengutil, kutilan besar kutilan kecil,
kebelet marah lalu menempeleng, tempelengan besar tempelengan kecil,
kebelet tak mau kalah lalu bicara, bicara besar bicara kecil.

Itu semua adalah cerita tentang kebelet,
dan kebelet, kata Mas Jon Balekon, tidak pandang bulu
karena ia milik semua makhluk berjiwa.

SastrawanBatangan, 20 Oktober 1996/22 Maret 2009.

Selasa, 10 Maret 2009

Koleksi Bangga

Koleksi itu sama dengan barang,
bisa cincin, bisa perangko,
bisa mobil, bisa motor,
bisa binatang, bisa alat perang,
bisa barang bekas milik orang terkenal,
bisa yang lain.


Koleksi itu sama dengan bersedia berpayah-payah
dan karena itu
ada yang mau menyabung nyawa
menyelusup ujung dunia hanya untuk memburu koleksi.

Koleksi itu sama dengan harta milik yang perlu dijaga
dan karena itu ada yang rela marah
kepada orang
yang tak sengaja merusak koleksinya.

Koleksi memang alamiah dan itu adalah bangga,
yang bisa disimpan,
yang bisa dipamerkan,
yang bisa diceritakan

Maka tidaklah heran ketika seorang teman bilang bahwa temannya,
seorang pelaut mengkoleksi “jembut” banyak pelacur di kota-kota pelabuhan
tempat kapalnya bersandar,
ada pirang, ada hitam legam, ada ikal.
Sang pelaut tak sanggup mengkoleksi kapal.
Koleksi kapal adalah milik pengusaha kapal.
Karena ia perlu koleksi,
tanda kebanggaan,
yang bisa disimpan,
yang bisa diceritakan,
maka ia cukup mengkoleksi “jembut” saja.
Murah meriah.

Namun ada koleksi lain,
bukan barang,
bukan untuk dibanggakan,
bukan untuk dipamerkan,
bukan untuk diceritakan.
Koleksi para manusia
yang ingin hidupnya utuh,
selamat dan sejahtera sepanjang masa.
Ia adalah kalimat-kalimat suruhan dan larangan,
kalimat-kalimat peringatan
dan
berita gembira tentang hidup,
yang harus terus dipelajari lalu dilakoni

Jakarta, 26 Oktober 1996
SastrawanBatangan

Catatan :
Mohon maaf, jangan diartikan sebagai suatu hal yang jelek, sebab ini memang fakta.

Rabu, 04 Maret 2009

Kong Kali Kong


Tak ada yang tak mau maju apalagi merugi,
tak ada yang bisa maju sendiri
apalagi mau mengkonyolkan dirinya sendiri,
maka berkongkalikong
dengan kawan sejawat, atasan, bawahan,
bahkan kalau bisa dengan orang-orang yang dekat dengan mereka,
dengan selalu bermusyawarah, berencana
dan bertindak nyata untuk mencapai cita-cita,
itu baik,
itu perlu,
bahkan
itu harus.

Tak ada yang mau rumahnya dimasuki maling,
tak ada yang ingin urusan administrasi kependudukannya tak beres,
tak ada yang ingin keluarganya diacuhi lingkungan tempat tinggalnya,
tak ada yang ingin didenda dan dipenjara,
maka berkongkalikong
dengan tetangga, ketua rt, ketua rw, pak lurah, bahkan kalau bisa dengan presiden,
dengan selalu bersedekah, membayar pajak dan ikut rapat antara tetangga,
dengan selalu memperhatikan kesusahan dan kesenangan tetangga untuk mencapai hidup sentosa,
itu baik,
itu perlu,
bahkan
itu harus.

Tak ada yang ingin di hari tua kelak tak bahagia,
Tak ada yang ingin di haritua tak senang,
Maka berkongkalikong
Dengan isteri, anak, bahkan cucu dan cicit sekalian, dengan selalu bertiundak dan bertutur santun,
Itu baik, itu perlu, dan bahkan itu harus.

Maka ketika
bagian pengadaan karena ia diberi komisi,
pemberi izin karena ia diberi perempuan molek,
penuntut karena ia diberi suap,
juri karena ia diberi duit,
pelaksana ketertiban karena ia diberi amplop,
dan
masih banyak lagi,
berkongkalikong
dengan pemasok, pemohon izin, tertuntut, terdakwa, pelanggar ketertiban,
hanya untuk kenikmatan sekilas,
itu jelek,
itu
tidak perlu
dan
itu jangan.

Maka kongkalikong itu,
menjadi harus karena ia baik,
menjadi jangan karena ia jelek.
Dan
harus atau jangan itu hanya dapat diperoleh
ketika terjadi kongkalikong
antara
petunjuk hidup dan akal yang seringkali binal.

SastrawanBatangan
Jumat 23/02/1996/00.30

Minggu, 01 Maret 2009

SiOmai SiAmoi


Si amoi yang aduhai sedang asyik makan siomai,
di pinggir pantai Ancol tempat orang bersantai.
Rautnya yang cantik menggelitik, pesonanya yang sejuk mengetuk,
bodinya yang padat berisi,
membuat banyak orang melirik tertarik,
membuat banyak orang senyum-senyum ingin mengulum.

Si amoi yang aduhai melamun ketika sedang makan siomai,
ia tak tahu apakah moyangnya dulu pernah ikut menapaki jalan sutera,
ia tak tahu apakah moyangnya pengikut atau penentang Kongfutze,
ia tak tahu apakah moyangnya dulu pernah dikejar Kubilai Khan,
ia tak tahu karena apakah moyangnya sampai di bumi Nusantara,
ia tak tahu apakah moyangnya dulu juga pernah menikmati siomai.

Si amoi yang aduhai menarik nafas sehabis makan siomai,
ia kini hanya tahu bahwa Siauw Lim Pay adalah legenda,
ia kini hanya tahu Nusantara adalah kampungnya,
ia kini tak lagi tahu bagaimana perjuangan leluhurnya,
ia kini hanya tahu kalau ia mesti mendoakan moyangnya,
sebab lantaran doa dan kerja moyangnya,
ia bisa menonton kungfu Andi Lau,
ia bisa menikmati siomai sambil bersantai,
di bumi Nusantara yang indah menggoda.

Cibinong, 4 November 1996
Album II KopatKapit
SastrawanBatangan,