Jumat, 20 November 2009

Mengapa Mesti Marah Kepada 2012, Kalau Jam 20.12 Bisa Saja Tiba ?



Hampir semua orang yang percaya padaNya,
yakin kiamat bisa datang kapan saja,
tidak usah menunggu tahun ke 2012,
besokpun, kalau itu sudah ketetapanNya,
kiamat bisa tiba sekejab mata,

Kalau yakin kiamat bisa datang kapan saja,
tentu detik ini semua orang akan menghentikan marah-marah, fitnah, apalagi merusak,
tentu detik ini semua orang membongkar pelitnya lalu berlomba-lomba bersedekah dan tidak lagi mengejar-ngejar pembuat, penonton dan pengedar film 2012
tentu detik ini semua orang menghindari sombong, bohong dan akan berkata yang baik-baik saja,
tentu detik ini semua orang akan menghentikan perdebatan tak berguna, perseteruan dan perang,
tentu detik ini semua orang tak mau lagi merugikan orang lain, apalagi korupsi yang merugikan banyak orang,
tentu detik ini semua orang akan banyak benar-benar mohon pengampunan,
tentu detik ini semua orang akan banyak serius membaca, mempelajari, melaksanakan dan mensyiarkan kitab-kitabNya

Amat kontroversi penghuni dunia ini,
di satu sisi percaya kiamat bisa datang kapan saja,
di sisi lain, detik ini,
semua penyakit masih dibiarkan mendekam dalam hati,
pertanda belum benar-benar yakin,
kapan saja kiamat bisa saja tiba.

Sastrawan Batangan, 21 November 2009.
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Kamis, 19 November 2009

Sepucuk Keris Tua Dari Jawa


Sepucuk keris tua dari Jawa,
berjuluk ki Rumeksa,
milik turunan entah ke berapa dari raja dahulu kala,
tersimpan wangi
dalam warangka di almari berkaca.

Ketika suatu kali ditarik keluar dari warangka
untuk dicuci,
ki Rumeksa meminta pensiun kepada pemiliknya,
karena sudah uzur dimakan umur,
namun pemiliknya berkata :
“Janganlah begitu ki Rumeksa,
engkau masih diperlukan kapan saja”

Ki Rumeksa sedih,
memang betul ia masih diperlukan,
kapan saja,
selagi pemiliknya percaya kalau dia ada tuahnya,
untuk menjadikan pamor wibawa
hinggap di diri pemiliknya,
walau Ki Rumeksa tidak membenarkan,
karena akan menyekutukan Yang Maha Kuasa.

Namun Ki Rumeksa menjadi girang,
saat dimasukkan kembali ke warangka,
karena pemiliknya berkata :
“Janganlah sedih ki Rumeksa,
tak lagi kuharap tuahmu,
kuperlukan sebatas pajangan
untuk pemanis mata saja”

Ki Rumeksa dalam warangka,
sisa-sisa budaya tuah masa lalu,
kini kembali tersimpan rapi,
dalam lemari wangi berkaca,
milik manusia Indonesia keturunan Jawa,
yang pernah sekolah di Amerika.

Sastrawan Batangan, 3 November 1996/19 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

KuDapati Dua Dari Seribu Masih Seidealis Dulu


Dulu, ketika seorang mahasiswa
diminta bicara mewakili temannya,
memberi selamat wisuda kepada seniornya
naiklah dia ke panggung,
dan terucaplah pesannya :
”Jangan lupa, kakakku,
di tengah quiz-quiz dan praktek-praktek laboratoriummu,
di tengah kuliah-kuliah dosen dan padatnya kurikulummu,
di tengah hujan-hujan dan gerimis-gerimis yang mengguyur tubuhmu,
di tengah cekak dan lambatnya kiriman uang dari kampungmu,
engkau pernah turun ke jalan,
berteriak lantang, memprotes keras
penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, nepotisme
dan segala bentuk ketidakberesan di bumi Indonesia ini,
bahkan engkaupun sempat bentrok
dengan aparat hanya untuk maju selangkah,
sehingga bajumu cabik-cabik,
badanmu luka bahkan ada yang dipenjara.
Selamat jalan kakak-kakakku,
mengabdi tekunlah pada bangsamu,
bangsa kita semua”

Dua puluh lima tahun berpisah sudah,
ketika kemarin mereka bertemu,
dua-duanya salam-salaman,
dua-duanya bertabik-tabikan,
dua-duanya kangen-kangenan,
terjadilah perbincangan singkat,
”Syukur kakakku,
walau karir birokratmu nyaris hampir ke puncak,
di tengah banyak teman segenerasimu yang kena semprot karena ketahuan disuap,
kau tidak pernah masuk koran,
karena hidupmu sederhana saja”.
”Syukur adikku,
meski prestasi usahamu tidak secepat roket,
di tengah banyak kawan seprofesimu yang didamprat karena terbukti menyuap,
kau tidak pernah masuk berita,
karena hidupmu apa adanya ”

Keduanya merenung sejenak,
terngiang dengan kata ”sederhana” dan ”apa adanya”,
rupanya itu pengakuan yang keluar dari hati nurani,
rupanya itu pula yang dua puluh lima tahun menyelamatkan mereka,
dan itu pula yang siap untuk diceritakan kepada anak cucunya.
Keduanya, yang hanya dua dari seribu,
lalu minum bajigur, timus, dan singkong rebus,
diiringi lagu Sunda kenangan masa lalu.

Sastrawan Batangan, 19 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 18 November 2009

Kabar Kepada Saudara SeBangsaku di Athena.


Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri tempat lahir the Great Alexander,
izinkan saya menulis surat ini kepadamu,
semata selain sebagai rasa syukurku padaNya,
juga sekalian melaporkan, sekaligus berterima kasih,
karena telah kau realisasikan keberdayaan dirimu,
untuk bergotong royong peduli kepada saudaramu
di tanah air tercinta ini.

Kemarin, 3 November 2009,
di Posyandu Sakura,
Kampung Kedep, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri Bogor,
tidak jauh dari Cikeas sana,
155 balita, ibu hamil dan lansia tidak sejahtera,
telah tersentuh kepedulianmu,
selama minimal 6 bulan,
dengan bubur kacang ijo dan telur rebus,
untuk memancing keberdayaan masyarakat mampu di sekitarnya,
untuk memancing keberdayaan belasan pabrik di sekelingnya,
untuk memancing keberdayaan punggawa pemerintah
untuk memancing tokoh masyarakat di lingkungan sana
agar selalu ingat di saat duduk berdiri dan berbaringnya
lalu segera bertindak
untuk peduli kepada saudaranya yang tidak sejahtera,
yang karena miskinnya tidak lagi peduli asupan gizinya,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri tempat lahir budaya besar Yunani,
izinkan aku mewartakan,
posyandu itu sebenarnya mau ditutup,
karena pengurusnya tidak kuat menanggung biaya
padahal itu sekadar telur dan kacang ijo saja
sementara masyarakat mengacuhkannya,
bahkan ada yang bilang, posyandu ditutup saja.
Betapa sedih,
sementara banyak rumah ibadah makin cantik,
sementara vocer telepon terjual seperti air mengalir,
urusan tetangga tidak sejahtera,
menunggu datang malaikat sepertimu.

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri dengan sejuta pesona purba,
izinkan pula aku menambahkan,
di belakang rumah tempat posyandu itu,
ada gubug reyot hampir roboh, dan akan roboh, kata tetangganya,
kalau ada angin besar sedikit saja
sementara pemiliknya yang janda jompo tua miskin, sakit pula,
tidak bisa berbuat apa-apa,
karena anaknya hanyalah pekerja harian pabrik,
yang hanya berupah sebatas untuk makan keluarganya saja,
Betapa sedih,
sementara baju makin berwarna-warni,
sementara mobil bagus makin berseliweran,
sementara motor genit makin meraung-raung,
sementara mal terang benderang makin padat pengunjung,
si jompo tua miskin sakit, pemilik rumah hanya pasrah,
karena saudara dan tetangganya belum berbuat apa-apa,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
negeri dengan tumpukan dokumen tebal sejarah tua,
izinkan aku berharap,
seperti halnya engkau mudah-mudahan juga berharap
semoga Tuhanmu, Tuhanku, Tuhan kita semua,
tidak marah lantas turun tangan sendiri,
karena manusia tidak totalitas menjadi khalifahNya,
sehingga hanya mengurusi kemegahan bangunan ibadah saja,
sehingga hanya mengurusi seremonial agama saja,
sehingga hanya mengurusi keluarga dan harta bendanya saja,
sehingga hanya mengurusi politik dan kekuasaan saja,
sehingga hanya menggunjingkan sinetron dan isyu-isyu media saja,
lupa tidak mengurusi tetangga dekatnya yang tidak sejahtera,

Kepada sahabat-sahabat sebangsaku di Athena,
di negeri dengan sejumlah filosof terkenal dunia,
izinkan aku mengakhiri suratku ini.
dengan ucapan terima kasihku,
semoga upayamu untuk memberi
dan menganjurkan memberi orang tidak berpunya,
walau belum menjangkau 4 juta balita dan 30-an juta orang miskin Indonesia
adalah pertanda tidak mendustakan agama,
semoga keihlasanmu untuk mengurusi yang dianggap kecil itu
adalah pelengkap syarat manusia bertakwa,
yang telah diberiNya janji akan dianugerahi rahmat dan sejahtera
ketika dihidupkan, dimatikan dan dibangkitkan kembali.

Gunung Putri, Bogor, 5 November 2009.
Jon Posdaya/Sri Posdayawati/Sastrawan Batangan,
http://www.mariberposdaya.blogspot.com

Catatan :

Komunitas masyarakat Indonesia di Athena Yunani, sejak Oktober 2008 telah bergotong royong membantu gizi 220 orang balita/ibu hamil/lansia prasejahtera di Posyandu Teratai di Kampung Kedep, RW 19, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Sejak November 2009 ini, bantuan ditambahkan lagi untuk 155 orang di Posyandu Sakura di Kampung Kedep, RW 21 di desa yang sama. Bantuan untuk masyarakat prasejahtera itu berupa dana yang diberikan kepada pengurus posyandu untuk membiayai pembuatan bubur kacang ijo dan telur rebus.

Di desa tersebut terdapat puluhan pabrik yang CSR-nya belum dirancang untuk memberdayakan masyarakat agar peduli gizi anak kecil yang kalau tidak dijaga kestabilannya sejak dini, akan berpotensi menjadikan anak-anak tersebut bodoh yang di kemudian hari akan menyebabkan masalah besar bagi perikehidupan berbangsa dan bertanah air. Beban besar bagi anak-cucu manusia Indonesia di masa depan karena keproduktifan anak pintar (sebagai dampak dari gizi yang tercukupi) terganggu oleh ketidakproduktifan anak bodoh (karena kurang gizi) yang biasanya pula cenderung gampang terprovokasi untuk merusak hasil-hasil produksi bangsa.

Kordinator pengurus posyandu yang mengorganisasikan kegiatan di kedua posyandu tersebut adalah : Ibu Ade Siti Hayati (Posyandu Teratai, 021-8675061), Ibu Sanih (Posyandu Sakura, 0817-66037)


Selasa, 17 November 2009

Tinggalkan Saja, Buat Apa Di Jakarta



Tinggalkan saja, buat apa di Jakarta,
kalau dia memanjangkan jam perjalananmu,
kalau dia menjadikanmu sulit masuk kantor tepat waktu,
kalau dia merendam jalan sekitar rumah atau bahkan rumahmu,
kalau dia menyebabkanmu terengah-engah naik turun tangga gedung ketika gempa tiba,

kalau dia tidak memberikan kenyamanan buat sekolah anak-anakmu,
kalau dia membuatmu diPHK gara-gara perusahaanmu merugi, bangkrut atau diover orang lain,
kalau dia membuatmu semakin suka marah-marah,
kalau dia menjadikanmu semakin berperilaku egois,
kalau dia membuat hari tuamu tidak sesegar, sehijau dan seindah masa kecilmu.

Tinggalkan saja, buat apa di Jakarta,
jika semua itu alasannya,
lebih baik bertani, berkebun; memelihara ikan, berindustri kecil, berdagang kecil,
sembari mengajari anakmu hidup di desa tidak kalah maju di abad internet ini,
sembari menyiapkan gua-gua tempat sembunyi jika perang nuklir meletus,
sembari menyiapkan lumbung padi persiapan paceklik panjang seperti suku Baduy,
sembari menyiapkan kampungmu bila saudara-saudaramu di Jakarta datang mengungsi
sembari menyehatkan jiwa dan ragamu agar tegar lagi,
sembari menyiapkan semua syarat untuk kembali tulus ikhlas menghadapNya,

Sastrawan Batangan, 17 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 16 November 2009

Berlomba Menuju Bencana

Seperti semut mendatangi gula,
seperti itulah orang berlomba menanami lembah-lembah sungai yang subur;
seperti kumbang mendatangi bunga,
seperti itulah orang berlomba mencari kesejukan lereng–lereng gunung yang indah;
seperti lalat memburu buah mangga,
seperti itulah orang berlomba memburu rezeki di pesisir-pesisir pantai yang makmur;
seperti tikus menyerbu dapur,
seperti itulah orang berlomba menjangkungkan gedung –gedung di kota yang tanahnya mahal,
tanpa sadar sebagian besar telah menghampiri bencana,
tanpa sadar pula sebagian besar terseret arus persengketaan semakin padatnya manusia,
dan baru sadar,
ketika banjir bandang benar-benar memporakporandakan sawah-ladang,
ketika longsor sungguh-sungguh menimbun vila-vila lereng gunung ,
ketika tsunami benar-benar menerjang pusat-pusat rezeki sepanjang pesisir,
ketika gempa sungguh-sungguh menjungkirkan gedung-gedung di kota yang padat.
Padahal sudah dijelaskanNya,
bencana telah ditulis sebelum bumi dicipta,
semua mendatangi neraka dan diselamatkanlah siapa saja yang bertakwa.

Dan ketika bencana telah lewat,
kembalilah sisanya melanjutkan lomba
menanami lembah-lembah sungai yang subur,
mencari kesejukan lereng–lereng gunung yang indah
memburu rezeki di pesisir-pesisir pantai yang makmur
menjangkungkan gedung –gedung di kota yang tanahnya mahal
untuk kemudian akhirnya,
mengulangi sejarah yang sama.

Diilhami oleh QS 11:61, 57:22, 19:71-72
Sastrawan Batangan, 15 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Sudah Lumrah Di Negeri Atas Nama Ini

Sudah ada sebelum negeri ini dijajah,
ketika atas nama Tuhan, raja memvonis mati orang yang berontak beserta anak turunnya,
ketika atas nama raja, adipati memintapaksa anak perawan salah satu bawahannya,
ketika atas nama adipati, tumenggung menyuruh kakekmu menggempur kakekmu yang lain
ketika atas nama tumenggung, ki lurah berani menyerobot tanah salah satu moyangku
dan itu semua akhirnya dilumrahkan saja,
meski ada yang ditangkap, terluka dan mati karena menyanggah.


Sudah ada selama negeri ini dijajah,
ketika - atas nama kompeni, raja memvonis mati bapaknya yang tak mau turun tahta,
ketika atas nama raja, adipati memintapaksa upeti dari bawahannya,
ketika atas nama adipati, tumenggung meminta kakek kita mau menanami tanaman standar kompeni,
ketika atas nama tumenggung, ki lurah berani menyerobot tanah salah satu moyangku,
dan itu semua akhirnya dilumrahkan saja,
meski ada yang ditangkap, terluka dan mati karena menyanggah.

Sudah lumrah yang dulu berlangsung teruslah berlangsung,
di negeri yang sudah merdeka ini
ketika atas nama Tuhan, muncul halal-haram mendahului ridha Tuhan,
ketika atas nama pimpinan, ada transfer dana tanpa jelas untuk apa,
ketika atas nama atasan, siapa pemenang tender dan siapa yang ditunjuk bisa diatur,
ketika atas nama bos, sedikit orang menjadi lebih penting daripada banyak orang.
Semuanya maklum,
mengelus dada sambil tersenyum,
senyum sendiri-sendiri,
senyum massal tanpa janjian,
dan senyum seperti itu sendiri,
sudah lumrah pula di negeri atas nama ini.

Sastrawan Batangan, 16 Februari 2002/16 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tak Bisa Dimajukan Tak Bisa Dimundurkan, Kiamat Pasti.


Ditrenyuhkan tsunami Aceh
dan
berkali-kali dibuat terharu oleh gempa;
lantas dimiriskan berita pemanasan global,
dimerindingkan kabar mendekatnya planet lain ke sistem matahari manusia,
lalu
ditercengangkan berakhirnya kalender Maya tahun 2012,
banyak orang bertanya-tanya,
apa kiamat besar sudah dekat ?


Mama Lorentz bicara,
para pakar menulis,
para akhli membahas,
para akhli agama mengulas,
menjawab kapan kepastian kiamat.
Semuanya tidak menjawab pasti,
karena mereka bukan Tuhan,
dan
takut mendahului ketetapan Tuhan.

Tidak usah bicara kiamat besar,
di mana bumi hancur atau terbelah,
kiamat agak besar semacam tsunami Acehpun,
atau diledakkannya pusat-pusat nuklir dunia oleh teroris,
bisa tak diduga datang.
Tidak usah bicara kiamat agak besar,
kiamat tanggung semacam hancurnya WTC New York,
bisa tak dinyana tiba.
Tidak usah bicara kiamat tanggung,
kiamat kecil pun,
bisa setiap saat menjemput,
ketika jiwa harus dikeluarkan dari wadahnya,
untuk diserahkan kembali kepada Sang Penciptanya.

Karena kiamat,
yang besar, yang agak besar, yang tanggung dan yang kecil
kapan saja bisa datang,
mengapa mesti cemas,
selagi terus yakin dan berusaha sebanyak-banyaknya berbuat baik,
dalam koridor ridhaNya ?
Karena Dia sudah menuliskan,
bencana sudah direncanakanNya sebelum bumi dicipta.
Pasti terjadi dan pasti terjadi,
tidak bisa dimajukan, tidak dapat dimundurkan.
Mengapa mesti cemas ?
Bukankah Dia berjanji akan menyelamatkan
siapa saja yang takwa dan berbuat kebaikan
dalam bingkai agama lurusNya ?

Hikmah dari QS 34:3-4, 16:77 , 12:103, 20:15-16, 41:47; 43:85, 53:57-58, 79:42-46, 15:5, 10:49; 16:61, 57:22, 19:71-72, dll,

Sastrawan Batangan, 16 November 2009.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Minggu, 15 November 2009

Lha Wong Gatal


Bagaimana bisa tegas,
lha wong banyak orang
gatal membaiki
hamba hukum,
gatal membaiki
penegak ketertiban umum,
gatal membaiki
pemberi perizinan,
gatal membaiki
pemberi rekomendasi,
gatal membaiki
pemberi ijazah,
gatal membaiki
pemberi proyek,
gatal membaiki
pengurus hajad banyak orang.


Dan karena banyak orang gatal membaiki,
sementara yang dibaiki juga punya perasaan,
maka yang dibaiki sering gatal untuk balas membaiki,
lupa kalau kebaikannya itu,
hanya baik untuk yang membaiki,
hanya baik untuk yang dibaiki,
bukan baik untuk semua,
sehingga muncullah semrawut,
macet, onar, tengkar, geram, umpat, cemburu, dan marah.

Padahal kalau mau,
tinggal selangkah lagi,
baik untuk semua, benar untuk semua.

Sastrawan Batangan, 16 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Tontonan


Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
maka berlombalah artis, perancang mode, seniman, usahawan,
menyuguhkan yang eksentrik, yang eksotik, yang apik, yang cantik, yang mendebarkan, yang mengharukan,
dan hati merekapun berbunga-bunga bukan kepalang,
kala banyak yang terpukau, lalu tangannya bertepuk riuh,

kala banyak yang kagum, lalu lidahnya berdecak,
kala banyak yang senang, lalu bibirnya menyunggingkan senyum senang,
dan lantaran itulah, uangpun mengalir datang.

Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
dan karena uang harus segera datang,
dan karena tak sempat berpikir panjang,
maka berlombalah kopi-mengkopi, contek-mencontek, tiru-meniru.
yang seronokpun mencuat,
yang jorokpun mendapat tempat,
dan meski ada protes, uangpun tetap mengalir datang,

Tontonan, memang dibuat untuk ditonton,
dan karena harus menarik,
sementara keadilan Sang Maha Kuasa tak pernah lapuk oleh zaman,
apalagi terkontaminasi oleh uang,
maka banyak idealisme yang masih menancap di dada,
dan karena itu,
lahirlah tontonan bertuntunan budi pekerti,
tidak jorok, tidak seronok,
tidak mengkopi, tidak mencontek, tidak meniru,
yang tetap membuahkan decak kagum,
tepuk tangan riuh,
dan dengan banyak pujian, uangpun mengalir datang.

Semuanya menghasilkan uang,
semuanya diizinkanNya,
tapi hanya satu diridhaiNya,
yang mengajak kembali kepadaNya

Sastrawan Batangan, 16 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Jumat, 13 November 2009

Biarkan Sabtu Ini Dunia Menikmati Cinta



Biarkan Sabtu ini dunia diselimuti cinta,
karena dia membangkitkan daya,
ketika jauh menjadi dekat,
ketika pemberang menjadi lembut,
ketika galak menjadi penurut,
ketika penakut menjadi gagah berani.


Biarkan Sabtu ini dunia dipeluk cinta,
karena dia mencipratkan rezeki,
ketika parfum harus dibeli,
ketika baju harus dipunyai,
ketika kendaraan harus dinaiki,
ketika asesori harus dimiliki.

Biarkan Sabtu ini dunia didekap cinta
karena dia mememorikan keindahan masa lalu,
yang menjadikan pertama kali cinta sulit dihapus,
yang menjadikan foto bagus dipandang.
yang menjadikan lagu merdu di telinga,
yang menjadikan gerimis enak dikenang,
yang menjadikan perjalanan manis diingat,

Biarkan Sabtu ini dunia digelimangi cinta,
karena dia menyajikan nikmat,
tidak saja nikmat ketika hinggap di hati,
tidak saja nikmat ketika hinggap di hidung,
tidak saja nikmat ketika hinggap di dekapan,
tapi juga nikmat ketika hinggap di balik celana.

Biarkan Sabtu ini dunia dijelajahi cinta,
karena dia membuahkan pengorbanan,
yang menjadikan menuntut harus diubah menjadi memberi,
yang menjadikan ‘semau gue’ mesti diubah menjadi mau memahami.

Biarkan Sabtu ini dunia dilestarikan cinta
karena dia adalah anugerah akbar,
yang melahirkan keturunan, lagu, musik, novel, cerita, sejarah dan legenda.

Sastrawan Batangan, Sabtu, 14 November 2009.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Lantas KeMana Sembunyi Kalau Enampuluh Kali Gempa Per Hari ?


Amat menakjubkan bumi yang kita pijak ini,
tanpa pernah melonjak-lonjak kegelian kala berputar di porosnya,
tanpa pernah zigzag kegatalan saat memutari mataharinya,
lalu tanpa bilang-bilang,
dia menggempakan dirinya 60 kali per hari *),

tidak dirasa di sini, tapi dirasa di sana,
tidak dirasa di sana, tapi dirasa di sini,
dia datang lalu pergi,
menggiliri semua pelosok,
menelantarkan puing-puing berserakan,
membiarkan luka dan nyawa melayang.
memberikan ujian berlomba mengadakan perbaikan.

Karena bisa terjadi kapan saja
di sebelah mana saja,
tanpa bilang-bilang,
maka benar sekali kata orang tua,
agar tidak enak-enakan di bumi,
nanti lupa pertanda,
maka jelas pula firman Sang Empunya Gempa
agar berbaik-baik kepada bumi
sebagaimana berbaik-baik kepada langit,
sebagaimana juga berbaik-baik
kepada semua makhluk di antaranya

Sastrawan Batangan, 14 November 2009

*) Menurut informasi dari suatu sumber, di seluruh bumi terjadi gempa rata-rata 60 kali per hari.

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Kamis, 12 November 2009

Mbok Jangan Kepleset Ya, Kangmas Sembrono



Karena kangmas sembrono,
maka kangmas mengaduh-aduh kesakitan,
tergelincir di lantai yang licin itu,
sementara kawanmu hanya hampir-hampir saja,
sementara kawanmu yang lain selamat-selamat saja,
padahal kaki-kakinya sama-sama menapak,
di lantai yang juga licin itu.


Dan kalau engkau tanya kawanmu yang selamat-selamat saja,
mengapa bisa ?
Sungguh sederhana jawabnya,
kata dia,
selicin-licinnya situasi,
segawat-gawatnya kondisi,
selama mau mendengar, melihat, merasa,
apalagi mengingatNya
selama itu pula tidak akan terpeleset,
tidak akan tergelincir.
Karena sebaliknya,
di lantai yang sangat kasarpun,
siapa saja bisa saja terpeleset,
siapa saja bisa tergelincir
selama tidak mau mendengar, melihat, merasa,
apalagi mengingatNya

Hikmah Sembrono Di Lantai Licin
Sastrawan Batangan, 14 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Silahkan Saja Selagi Nafasmu Ada



Bohong,
memang sudah sejak dulu tak diridhai Sang Pencipta,
tak dibolehkan bapak-ibu,
tak diperkenankan guru
tak diiyakan adat semua orang.
Namun apa mau dikata,
bohong sudah sejak dulu pula bisa ditawar,
saat akal harus menomorsatukan hasrat
agar tidak mati, agar tidak dipenjarakan,
agar tidak kelaparan,
agar tidak dimarahi,
dan agar tidak terbang apa yang diinginkan.

Maka ketika di panggung keseharian
bercampurbaur
tidak bohong dilawan bohong,
atau
bohong mencari dalil-dalil untuk melawan yang tidak bohong
atau
bohong berduel seru dengan yang sama-sama bohong,
bingunglah orang yang belum maklum,
tertawa puaslah orang yang sukses berbohong,
meringis sakitlah orang yang disudutkan kebohongan.

Bohong, memang sering menggeliat lepas sejak dulu,
saat si empunya akal masih merasa nafasnya panjang,
namun sunatullah tak pernah berubah,
bohong benar-benar akan susut, surut dan takut,
kalau tahu hari hisab sudah sungguh-sungguh
nampak di depan mata.
Akh bohong, dikau benar-benar tontonan kurang ajar.

Sastrawan Batangan, 13 November 2009

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com


Rabu, 11 November 2009

Jangan Kau Kira Kami Semua Sebejat Itu


Kalau sekarang ada kejadian malu seperti ini,
janganlah kau kira kami semua sebejat itu,
sebab sebagian besar kami adalah tidak.
Kalaupun ada yang sebejat itu,
itu adalah syaitan-syaitan kami,
karena kami sendiri telah berkomitmen,
untuk mendarahdagingkan
kemanusiaan yang adil dan beradab,
untuk menjiwakan
persatuan Indonesia,
untuk menghayatkan
kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan
untuk menegakkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat,
wujud nyata kasih sayang kami
karena berkeTuhanan Yang Maha Esa.
Jadi maaf,
kalau sekarang ada kejadian malu seperti ini,
janganlah kau kira kami semua sebejat itu.

Sastrawan Batangan, 12 November 2009.
Di hari-hari negeri ini dipermalukan oleh satu-dua anak negerinya sendiri.

Selasa, 10 November 2009

Semua Kami Punya, Kecuali Kejujuran Kepada Saudara Sebangsa Kami

Belenggu yang telah sekian lama mengekang kami untuk merdeka,
telah sirna,
borgol yang telah sekian lama mencengkeram kami untuk setara di dunia,
telah musnah,
gombal yang telah sekian lama menyumbat mulut kami untuk bebas bicara,
telah lenyap.
Kami merdeka,
kami setara,
kami bisa bicara,
semua kami punya,
semua kami miliki,
kecuali kejujuran terhadap saudara sebangsa kami,
di hari-hari kami merdeka, setara dan bisa bebas bicara.

Sastrawan Batangan, 11 November 2009
Di hari-hari kisruh KPK vs Polisi

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 09 November 2009

Negeri Ini Perlu Banyak Pahlawan Sungguhan


Di tengah rentetan gempa-gempa,
yang menyisiri pinggir-pinggir negeri,
di tengah krisis byarpet listrik
yang menggiliri pelosok-pelosok dan pusat negeri,
dan di tanggal 10 november ini,
negeri ini banyak sekali perlu pahlawan sungguhan,

bahkan kalau bisa
semua anak negerinya perlu menjadi pahlawan sungguhan
pahlawan yang jujur bertindak,
pahlawan yang jujur berkata,
pahlawan yang jujur menuduh,
pahlawan yang jujur menyidik
pahlawan yang jujur menuntut,
pahlawan yang jujur bersaksi,
pahlawan yang jujur mengadili,
pahlawan yang jujur menanggapi,
pahlawan yang jujur mencari fakta,
agar biaya yang besar untuk mengurusi pelanggaran hukum,
segelintir orang,
sekali lagi hanya segelintir orang,
bisa dihemat,
untuk pemberdayaan 30-an juta rakyat yang melarat.

Menyambut Hari Pahlawan 10 November

Sastrawan Batangan, 9 November 2009.
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Balada Rumit Si Sandal Jepit



Hidup sering dikatakan rumit,
sepatu saja pakai tali,
makan saja pakai sendok,
pakaian saja tidak cukup cawat, tidak cukup kaos dalam,
bajupun perlu lebih dari satu kancing,
dasi pun kalau dipakai, perlu diikat mencekik leher,
mau pergi ke manca, mesti mengantongi paspor,
mau nikah, mesti sedia duwit,
mau apa saja, mesti memakai ini, memakai itu,
ingin apa saja, tergantung itu, tergantung ini,
padahal kalau membayangkan Adam hidup,
whalaahhh, sederhana saja,

Maka ketika ada yang ingin hidup tidak rumit-rumit,
ke mana-mana jalan kaki,
ke mana-mana pakai sandal jepit,
tetapi wahahaha, dia dicekal satpam,
tidak boleh masuk gedung perkantoran, .
karena tidak membekal KTP,
padahal hanya mau numpang buang hajad sebentar.
Wahahaha, terpaksalah ke pinggir kali,
yang untung saja ada di samping gedung kantor itu.

Maka selepas merenung selama buang hajad,
di pinggir kali itu,
ia pun lantas tersenyum
karena di benaknya ada jawaban,
ternyata hidup menjadi lebih rumit,
kalau melanggar kemapanan,
kalau tidak menuruti kebiasaan,
kalau tidak mengikuti aturan,
walaupun itu sering mahal,
walaupun itu tidak selalu benar,
”ya sudah”, kata dia,
”yang benar belum tentu baik,
yang baik belum tentu benar”,
” ikuti yang benar, ikuti yang baik”.
Katanya,
dan dia pun lalu tertidur pulas,
puas karena telah menemukan formula hidup tidak rumit,
namun lupa kalau tertidur di pinggir kali.

Sastrawan Batangan, 9 November 2009
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Rabu, 04 November 2009

Dia Tuding KPK Mereka Tuding Polisi, Wah Kita Tuding-tudingan



Betapa senang aku dan aku kira juga kamu,
polisiku, polisimu makin cepat makin sigap,
membabat kriminal-kriminal
tak pandang itu kelas teri,
tak pandang itu kelas gurame,
tak pandang itu kelas kakap,


Betapa senang aku dan aku kira juga kamu
KPKmu, KPKku makin bertaji makin berkuku
memberangus lintah-lintah penghisap harta umat,
tak pandang itu wakil rakyat,
tak pandang itu konglomerat,
tak pandang itu birokrat,

Betapa sedih aku dan aku kira juga kamu,
ketika sejumlah pejabat polisiku polisimu,
ketika sejumlah pejabat KPKmu KPKku,
bersitegang saling tunjuk borok-borok milyaran,
entah borok sungguhan entah borok buatan,
membuat energi polisi terbetot, menjadikan energi KPK tersedot,
membuat malu negeri yang sudah berkali-kali menderita malu,
hanya karena segelintir pejabatnya.

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini benar-benar sistem,
tidak lagi ditentukan uang,
tidak lagi diintervensi politik,
tidak lagi dikomando kekuasaan ?

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini mapan,
tidak lagi perlu mahkamah lebih tinggi
tidak lagi perlu lembaga klarifikasi
tidak lagi perlu bertele-tele dan berbiaya tinggi,

Whalayaowww,
kapankah sistem hukum negeri ini benar-benar tegas,
tidak lagi membuat keadilan tertindas,
tidak lagi membuat rakyat kecil cemas
tidak lagi membuat rakyat banyak gemas ?
Whalayaowww.

Sastrawan Batangan, 4 November 2009
Di tengah keributan KPK vs Polri
http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Selasa, 03 November 2009

Mbok Yao Tidak Mengkerdili Negeri Sendiri


Di zaman dulu, wahai negeriku,
orang-orang bule berani bertarung nyawa,
meninggalkan keluarga,
menjelajahi benua,
lalu mengambili kekayaanmu
demi kemakmuran negerinya.


Di zaman kini, wahai negeriku,
betapa orang-orang merdeka negeri ini,
tak berani seperti bule menjelajahi benua,
tak berani seperti bule menyelamatkan pangan rakyatnya,
tak berani seperti bule menggariskan sistem pendidikan warganya,
tak berani seperti bule menstabilkan sistem kesehatan bangsanya,
tak berani seperti bule menerapkan sistem jaminan sosial umatnya,
tak berani seperti bule memantapkan aturan hukum negerinya,
tak berani seperti bule memimpin ekonomi dunia,
tak berani seperti bule menggelimangi teknologi jagad raya,
tak berani seperti bule menjelajahi luar angkasa,
beraninya hanya menjelajahi jabatan demi jabatan
lalu ribut-ribut sendiri,
lalu tunjuk sana tunjuk sini
apalagi kalau tidak ingin bersih sendiri.

Di zaman kini, wahai negeriku,
betapa orang-orang merdeka ditunggu kiprah tulusnya,
memantapkan aturan hukum negerinya,
menyelamatkan pangan rakyatnya,
dan
kalaupun tak mampu memimpin ekonomi dunia,
kalaupun tak bisa menggelimangi teknologi jagad raya,
kalaupun tak dapat menjelajahi luar angkasa,
cukuplah tersedia lapangan kerja rakyatnya
cukuplah terjaga kesehatan dan gizi warganya,
cukuplah terpenuhi pendidikan putra-putri bangsanya,
agar sejahtera yang sudah ada di depan sana
tidak lari karena kesal
melihat orang-orang merdeka ribut saja,
tidak pergi karena sebal
memandang orang-orang merdeka tidak segera memantapkan negerinya.

Sastrawan Batangan, 3 November 2009
Di tengah keributan KPK vs Polri

http://www.sastrawanbatangan.blogspot.com

Senin, 02 November 2009

Seandainya Kebetulan, Buat Apa Aku Ketemu Kamu


Kalau Tuhan kebetulan saja menciptakan siang,
kalau Tuhan kebetulan saja menciptakan malam,
maka malam tidak akan mengalah kepada siang,
dan siang akan menolak bersanding dengan malam.

Kalau kebetulan saja Tuhan menciptakan aku dan juga kamu,
lantas juga kebetulan saja Tuhan menjadikan aku dan kamu sama-sama sekolah
di sekolah kita waktu itu,
maka aku akan lihat bibirmu ada di matamu,
kamu akan lihat mataku ada di bibirku


Dan
kalau Tuhan, pemilik rasa kasih-sayang
yang ada di dadaku tidak sama dengan yang ada di dadamu
kamu akan masih benci padaku seandainya aku pernah menyakitimu
dan aku akan masih marah padamu seandainya kamu pernah menolak cintaku

Dan kalau Tuhan, pemilik rasa indah dan manis,
yang ada di jiwaku berbeda dengan yang ada di jiwamu,
maka masa lalu itu tidak manis bagimu dan tidak indah bagiku,

Lantas kalau kini aku dan kamu bertemu lagi,
Dialah yang menciptakan dengan sengaja,
agar kamu dan aku
makin memahami
mengapa aku dan kamu hidup, lalu dipertemukan
dan
agar kamu dan aku
mencari jalan agar kelak kembali diperjumpakan,
karena Dia, Yang Tidak Pernah Membuat Kebetulan,
sudah menuliskan dalam hukum kekalNya,
bahwa siapa saja yang selalu berusaha di jalan lurusNya
akan dipertemukan kembali esok lusa di akhirat sana,

(Memori Reuni Bhawikarsu /Alumni SMAN III Malang Lulusan 1975,
Resto Jimbaran, Ancol, Jakarta, 11 Juli 2009)

Sastrawan Batangan, 14 Juli 2009