Sabtu, 19 September 2009

Cucuku, Cucu Saudara Sebangsa Segenerasiku

Anak yang engkau lahirkan dari rahimmu, anakku,
itu adalah cucuku.
Dia adalah darahku, darah isteriku, darahmu, darah suamimu, darah bangsaku
dan itu adalah karunia besar,
yang melengkapi nikmat hidup nyataku
nikmat hidup nyata yang tidak sempat dinikmati ayahku,
karena dia telah pergi di saat aku masih kecil,
belum sempat menimang cucu.



Anak yang engkau lahirkan dari rahimmu, anakku,
itu adalah cucuku.
Dia adalah darahku, darah isteriku, darahmu, darah suamimu, darah bangsaku,
yang kelak walaupun pintar dan punya kedudukan,
karena gizi, miliu, pendidikan dan segalanya serba tercukupi,
tetap saja setumpuk tugas berat menghadang di depannya
karena aku dan saudara sebangsa yang segenerasi denganku.
lupa mempedulikan sebagian generasinya yang miskin dan bodoh
yang karena itu jauh dari beasiswa, terlunta, terpinggirkan
yang akhirnya di kala besar karena bodoh dan miskinnya itu,
menjadi beban cucuku,
beban cucu saudara sebangsa yang segenerasi denganku.


Anak yang engkau lahirkan dari rahimmu, anakku,
itu adalah cucuku,
dia adalah darahku, darah isteriku, darahmu, darah suamimu, darah bangsaku.
Semoga dia kelak tidak mengulangi sejarah lupaku,
sejarah lupa saudara sebangsa yang segenerasi denganku
yang membiarkan anak kecil miskin dan bodoh,
menunggu orang lain dan pemerintah turun tangan,
lupa itu tanggung jawab bersama,
sehingga menjadi beban masa depan
cucuku, cucu saudara sebangsa yang segenerasi denganku.


Sastrawan Batangan, 20 September 2009,
(menyambut 9 bulan kelahiran cucunya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar