Jumat, 16 Oktober 2009

Baginda Amplop


Ketika zaman edan berangsur hilang,
maka Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan,
tersenyum senang,
karena amplop
tidak lagi jadi panglima
bukan lagi jadi raja penentu segalanya,
sebab undang-undang anti amplop tegas menyatakan:

“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali yang mengkoleksi amplop bekas
sebatas untuk kenangan masa lalu"

Dan karena amplop tidak ada lagi,
maka narkoba lewat amplop beringsut pergi,
maka lembaran uang suap atau cek berbau pungli tidak berseliweran lagi
rakyat senang, pengusaha senang, parlemen senang, PBB senang,
tetapi di balik itu,
para penyusun undang-undang kelupaan,
bahwa ada yang menderita,
yaitu cinta,
yang tetap dan selalu perlu amplop
agar rayuan gombal tidak dibaca oleh pak pos atau siapapun,

Karena zaman edan sudah lenyap,
demokrasipun tanpa takut-takut mengalir lancar
lewat wakil rakyat di parlemen,
remaja minta undang-undang diamandemen.

Maka akhirnya,
undang-undang anti amplop berhasil direvisi menjadi berbunyi:
“Barang siapa ketahuan membawa atau menggunakan amplop
akan dihukum cambuk lima ratus kali di depan umum di lapangan terbuka,
kecuali untuk keperluan cinta”

Remaja senang, rakyat senang, pengusaha senang,iparlemen senang, birokrat senang,
investor senang, semua senang, apalagi pabrik produsen dan para penjual amplop.
Dan karena semuanya senang, tak ada yang disakitkan, tak ada dendam,
maka tersenyum senang pula Ronggowarsito, Wastukancana
dan semua yang memimpikan zaman kejayaan.


SastrawanBatangan, 21 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar