Jumat, 16 Oktober 2009

Medan Bakti Kangmas Bupati (2)


“Dengan segala hormat kangmas bupati,

sudah kuterka di zaman reformasi ini,
betapa sulit kangmas menghadapi para anggota dewan yang mengatasnamakan “seluruh” rakyat,
tidak semudah di zaman embah Soeharto dulu wakil rakyat setuju-setuju saja,

sudah kuduga di zaman remuk-redam sisa masa lalu ini,
betapa sulit kangmas memberdayakan birokrat yang jumlahnya sudah menggelembung kebanyakan,
tidak segampang di zaman orde baru yang demi stabilitas semua peraturan menjadi manjur

sudah kutebak di zaman semrawut tanpa disiplin ini
betapa sulit kangmas meredam rakyat yang gampang protes, turun ke jalan
dan bahkan membakar apa saja,
tidak seenak dulu ketika dengan sekali tunjuk mereka ditangkap dan kalau perlu disukabumikan

maka kangmas bupati, sabarlah,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
belilah sezak semen dan tamballah sebuah lubang menganga di jalan raya tak jauh dari kantormu
terlalu lama rakyatmu menunggu anggaran turun
terlalu lama rakyatmu menunggu pembenahan sistem manajemen birokrasi
terlalu lama rakyatmu menunggu terciptanya sistem manajemen partisipasi
hanya untuk menambal sebuah lubang pencabut nyawa
meski di dekat situ banyak toko penjual semen dan bahan bangunan

dan demi itu kangmas bupati,
tidak usah susah-susah tidak usah sulit-sulit,
medan baktimu sederhana saja,
suruhlah para kepala dinas/ biro/ seksi, camat dan seluruh pegawaimu
mengumpulkan data jompo miskin yang benar-benar jompo miskin,
bocah dan orang melarat yang benar-benar bocah dan orang melarat,
(sebab betapa rusaknya pendataan di negeri kita ini)
lalu suruhlah aparat kangmas berpatungan
dan belikan mereka yang miskin dan melarat itu beras dan kacang ijo,
terlalu lama rakyatmu menunggu sistem penanganan masalah sosial
terbentuk dan terimplementasi di negeri ini,
sementara makin banyak saja dana terserap untuk banjir, gempa, kebakaran
dan persoalan dadakan lainnya, yang akan makin terus datang
menyebabkan masalah kemiskinan menahun di depan mata lolos dan lewat begitu saja

hanya dengan itulah kangmas bupati,
kangmas tidak usah susah-susah,
kangmas tidak usah sulit-sulit,
agar kangmas tidak pusing lagi,
agar kangmas tidak kena jantung,
agar kangmas tidak sakit,
agar kangmas masih bisa menimang dan menggendong anak-anak tersayang,
agar kangmas masih bisa mencumbu dan menggauli isteri tercinta yang kalau bisa itu satu-satunya.

(tertanda Arief Adikusuma)”

Pak bupati melipat dan menyimpan surat adiknya, Arief Adikusuma, guru SD di daerah transmigrasi, yang kemarin berlebaran ke jawa dan untuk itu rela menghabiskan tabungan setahunnya.

SastrawanBatangan,
(Cibinong, Maret 2009)

Catatan :
1) Diilhami oleh tidak praktisnya sistem manajemen birokrasi, sistem perwakilan/pengawasan rakyat dan
rakyat yang masa bodoh, sehingga :
a) kalau ada jalan satu lubang saja tidak langsung ditambal, menunggu lama,
b) ada 4 juta balita miskin di Indonesia di mana 700-an ribu bergizi buruk dan kemampuan pemerintah
untuk menanganinya per November 2008 hanya 39 ribu balita gizi buruk saja
2) Doa buat almarhum kawanku Ir M Ibnu Rubianto yang begitu pendek menjadi Bupati Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar